Selasa, 08 Oktober 2013

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM EKOLOGI TANAH DAN TANAMAN



LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
EKOLOGI TANAH DAN TANAMAN


        DI SUSUN OLEH :

NAMA           : NURUL FADLI
No. BP            : 1110212089
Asisten            : 1. SISKA AMELIA
                          2. HARMEDI
Dosen Pngsh  : Ir. Lusi Maira, MAgr.Sc




PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2013
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan  laporan akhir Ekologi tanah dan tanaman ini selesaikan tepat waktu, Pembuatan laporan akhir ini berjudul “Laporan akhir EKOLOGI TANAHA DAN TANAMAN” yang bertujuan untuk mengetahui cara pengamatan terhadap tumbuhan, baik dari segi kesuburan, produktifitas bahkan penyakit pada tumbuhan sekalipun yang terdapat di permukaan bumi ini, serta merupakan syarat dalam mengikuti ujian akhir praktikum.
Dalam pembuatan laporan ini penulis banyak mendapatkan masukan dari berbagai pihak maka dari itu penulis  mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak yang telah membantu sehingga laporan ekologi tanah dan tanaman  ini dapat diselesaikan.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.      Ibu, Ir. Lusi Maira, MAgr.Sc selaku Dosen mata kuliah Ekologi Tanah dan Tanaman yang membimbing dan mengarahkan sehingga selesai penulisan laporan akhir ini.
2.      Asisten Ekologi Tanah dan Tanaman yang telah membantu dalam praktikum ini.
3.      Rekan-rekan angkatan 2011 di Program Studi AGROEKOTEKNOLOGI Fakultas Pertanian Universitas Aandalas Padang.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan sehingga masih banyak yang arus diperbaiki kedepanya, untuk itu penulis mengharapakan saran dan kritik dari pembaca untuk kesempurnaan laporan ini.
Dan harapan penulis semoga laporan Ekologi Tanah dan Tanaman ini dapat bermamfaat bagi penulis khusunya, serta dapat menjadi bahan untuk menigkatkan prestasi yang akan datang.

Penulis, 23 April 2013

                 NURUL FADLI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………… ii
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang…………………….……………………………….…………... 1
            1.2 Tujuan…………………………..………………………………………………. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………… 4
            2.1 Biomassa………………………………………………………………………… 4
            2.2 Respirasi Tanah………………………………………………………………… 10
BAB III. BAHAN DAN METODE…………………………………………………………. 14
            3.1 Waktu dan Tempat………………………………………………………. 14
            3.2 Alat dan Bahan…………………………………………………………… 14
            3.3 CARA KERJA……………………………………..…………………….. 14
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………. 15
            4.1 Hasil……………………………………………………………………….. 15
            4.2 Pembahasan………………………………………………………………. 19
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………….. 22
            5.1 Kesimpulan……………………………………………………………….. 22
            5.2 Saran……………………………………………………………………… 22
DAFTAR PUTAKA…………………………………………………………………. 23
LAMPIRAN…………………………………………………………………………..
           




I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tanah merupakan tempat tinggal bagi tanaman, binatang, dan kehidupan mikroba yang tidak terhitung banyaknya.  Ilmu yang membahas hubungan organisme tanah dan lingkungannya disebut ekologi tanah. 
Seluruh kehidupan di alam bersama-sama dengan lingkungan secara keseluruhan menyusun escophere.  Escophere berturut-turut disusun oleh berbagai macam komunitas organisme yang menopang dirinya sendiri dan lingkungan-lingkungan organik, serta sumber-sumbernya disebut ekosistem.  Setiap ekosistem mempunyai kombinasi yang unik antara organisme-organisme hidup dan sumber-sumber abiotik yang berfungsi untuk memelihara aliran yang terus menerus dari energi, dan nutrient.  Semua ekosistem mempunyai dua tipe organisme berdasarkan pada sumber karbon.  Autotroph menggunakan karbon anorganik terutama berasal dari CO2 dan merupakan produsen.  Heterotroph menggunakan karbon organik dan merupakan konsumen dan perombak.
Autotroph dan heterotroph dibagi lagi ke dalam kelompok berdasarkan pada sumber energi.  Fototipe memperoleh energi dari matahari, dan kemotipe memperoleh energi dari oksidasi unsur anorganik dan campurannya. Tiga kelompok yang terpenting di dalam tanah adalah foto autotroph, khemo autotroph, dan kemoheterotroph.  Tanaman tingkat tinggi dan beberapa bentuk algae merupakan fotoautotroph.  Khemoautotroph termasuk bakteri nitrifikasi dan bakteri oksidasi sulfur.  Hewan, protozoa, jamur, dan beberapa bakteri termasuk khemoheterotroph.
Penghasil utama yang terbesar adalah tanaman vascular (tanaman berpembuluh) yang menggunakan energi matahari untuk mengikat karbon yang berasal dari CO2 dalam proses fotosintesis.  Tajuk tanaman memberi makan untuk konsumen dan perombak yang terdapat di atas tanah dan ruang atmosfer.  Akar-akar, umbi dan organ lain di dalam tanah memberi makanan konsumen dan perombak di dalam tanah.  Foto sintesis yang sangat kecil terjadi pada atau dekat permukaan tanah oleh algae.  Sejumlah kecil karbon anorganik diikat oleh bakteri khemotropik dengan menggunakan energi yang berasal dari ikatan-ikatan kimia.  Jadi produktivitas ekosistem bumi merupakan dasar suatu ukuran fotosintesis netto tanaman vascular.
Secara bergantian, sebagian besar produsen utama dikonsumsi oleh beberapa binatang.  Sekitar 1 gram biomasa hewan dihasilkan untuk setiap 10 gram bahan tanaman yang dimakan.  Pada transformasi biomasa dari tanaman ke hewan terdapat karbon yang dikembalikan ke atmosfer seperti CO2 dari respirasi, dan sejumlah energi dilepaskan sebagai panas.  Sebagian besar karbon asli dan sebagian besar nutrient terdapat pada kotoran.  Hasilnya adalah bahwa kotoran merupakan sumber nutrient dan energi yang baik.  Beberapa hewan memakan kotorannya sendiri sebagai naluri seperti mekanisme bertahan yang berarti mengubah nutrisinya.  Pemakanan kembli kotoran mulai dipelajari dalam upaya menghasilkan produk-produk ternak secara ekonomis. 
Satu gram tanah subur dapat mengandung 1.000.000.000 bahkan lebih bakteri.  Konsumen pertama menjadi makanan bagi konsumen kedua dan seterusnya, dan pada akhirnya semua konsumen akan mati dan ditambahkan ke tanah bersama dengan bahan kotoran dan produksi primer yang tidak digunakan.  Bahan-bahan ini sebagai makanan bagi konsumen dan perombak.  Akhirnya semua kotoran diikat dalam fotosintesis dan dikembalikan ke atmosfer sebagai CO2 dan energi hilang sebagai panas.  Tanpa konsumen dan perombak yang bertugas membebaskan karbon terikat, atmosfer akan kehabisan karbon dan kehidupan akan terhenti.
Kehidupan di dalam tanah adalah analog dengan kehidupan di atas tanah.  Akar, umbi dan organ-organ lain di bawah tanah adalah bagian-bagian dari produsen primer.  Mereka adalah pemakan dan perombak yang dihubungkan satu dengan lainnya dengan rantai makanan.  Perbedaan utama antara ekologi di atas dan di bawah tanah adalah bahwa di atas tanah hewan memainkan peran dominan sebagai pemakan, dan di bawah tanah mikro organisme memainkan peran utama sebagai perombak.
Gambaran utama tertentu mikro organisme adalah susunan biologinya yang relatif sederhana.  Banyak organisme bersel tunggal maupun bersel banyak memiliki sifat yang kurang dapat dibedakan dalam tipe sel dan sifat jaringan, apakah organisme tersebut hewan atau tumbuhan.  Mereka merupakan kelompok protista.  Protista dikelompokkan sebagai protista rendah dan protista tinggi berdasarkan tingkat kompleksitasnya.  Protista rendah termasuk algae biru, hijau dan bakteri.
Sebagian besar bakteri tanah menghendaki oksigen dari udara tanah dan diklasifikasikan sebagai aerob.  Beberapa bakteri aerop dapat beradaptasi dengan lingkungan yang ada atau tidak ada oksigen.  Bakteri ini disebut aerob fakultatif.  Bakteri lainnya yang tidak dapat hidup pada tempat yang ada oksigennya disebut anaerob. 
Pada keadaan normal, bakteri memperbanyak koloni dengan membelah diri menjadi 2 bagian.  Pembelahan tersebut rata-rata terjadi setiap 20 menit dan dapat lebih cepat apabila kondisi lingkungan mendukung. 
Algae biru-hijau berserabut pada pokoknya, tetapi mempunyai struktur sederhana seperti bakteri.  Algae tersebut diklasifikasikan sebagai bakteri oleh beberapa ahli biologi.  Algae biru-hijau merupakan aquatic fotoautotroph yang tumbuh dengan subur dimana cahaya dan kelembaban memungkinkan.  Mereka memainkan peran penting di sawah yang tergenang, mengikat nitrogen dari udara dan melepaskan O2 dari fotosintesis.  Nitrogen akan bermanfaat bagi padi dan oksigen akan berguna bagi akar padi.
I.2 Tujuan Praktikum
*      Untuk mengetahui mikrorganisme yang terdapat pada hutan primer dan sekunder
*      Untuk menangkap oksigen yang terdapat pada berbagai jenis tanah











II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biomassa
            Estimasi biomassa di atas permukaan tanah dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu: (i) pendekatan langsung dengan membuat persamaan allometrik; dan (ii) pendekatan tidak langsung, dengan menggunanai biomassa expansion factot: Meskipun terdapat keuntungan dan kekurangan dari masingmasingpendekatan, tetapi harus diperhatikan bahwa pendekatan tidak langsung didasarkan padafaktor yang dikembangkan pada tingkat tegakan dari hutan dengan kanopi yang tertutup(rapat) dan tidak dapat digunakan untuk membuat estimasi dari pohon secara individu(IPCc, 2003). Kandungan karbon vegetasi hutan sekunder dapat diestimasi menggunakan nilai biomassa yang diperoieh dari persamaan allometric ataupun nilai bionrassexpansion factor (BEF) dimana 50% dari biomassa adalah karbon yang tersimpan (Zulkifli, dkk, 2010).
Biomassa didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown 1997). Biomassa vegetasi merupakan berat bahan vegetasi hidup yang terdiri dari bagian atas dan bagian bawah permukaan tanah pada suatu waktu tertentu. Biomassa hutan dapat digunakan untuk menduga potensi serapan karbon yang tersimpan dalam vegetasi hutan karena 50% biomassa tersusun oleh karbon (Darussalam, 2011).
Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu (i) sampling dengan pemanenan (Destructive sampling) secara in situ;(ii) sampling tanpa pemanenan (Non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in situ; (iii) Pendugaan melalui
penginderaan jauh; dan (iv) pembuatan model. Untuk masing masing metode di atas,  persamaan allometrik digunakan untuk mengekstrapolasi cuplikan data ke area yang lebih
luas. Penggunaan persamaan allometrik standard yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi
dan spesies, penggunaan persamaan standard ini dapat mengakibatkan galat (error) yang signifikan dalam mengestimasikan biomassa suatu vegetasi (Sutaryo, 2009).
            Serasah merupakan salah satu komponen di dalam hutan yang juga dapat menyimpan karbon. Serasah didefinisikan sebagai bahan organik mati yang berada di atas tanah mineral. Kualitas serasah ditentukan dengan melihat morfologinya terutama yang berasal dari daun yang gugur untuk mengasumsikan kecepatan dekomposisinya. Kecepatan pelapukan daun ditentukan oleh warna, sifatnya ketika diremas dan kelenturannya. Warna daun kering coklat, daun tetap lemas bila diremas, bila dikibaskan daun tetap lentur berarti daun tersebut cepat lapuk. Apabila warna daun kering kehitaman, bila diremas pecah dengan sisi-sisi yang tajam dan bila dikibaskan kaku maka daun tersebut lambat lapuk. Kualitas serasah yang beragam akan menentukan tingkat penutupan permukaan tanah oleh serasah. Kualitas serasah berkaitan dengan kecepatan pelapukan serasah (dekomposisi). Semakin lambat lapuk maka keberadaan serasah di permukaan tanah menjadi lebih lama (Yustian, dan Donhi , 2010).
Biomassa lantai hutan merupakan bahan- bahan organik berupa daun, ranting, cabang, buah, bunga, batang maupun fauna yang jatuh di lantai hutan. Bahan-bahan tersebut apabila terdekomposisi oleh mikroorganisme akan termineralisasi menjadi unsur-unsur yang siap digunakan oleh tanaman. Biomassa lantai hutan terbagi dalam tiga lapisan, yaitu: litter, fermentasi/ forna, dan humus. Berdasarkan pengamatan horizon tanah yang dibuat pada lantai hutan mangrove di plot pengamatan, didapatkan kedalaman masing masing lapisan (Siarudin dan Rachman, 2008).

Pengukuran biomassa dilakukan pada tiga tempat yakni tegakan pohon (diatas permukaan tanah), serasah (di permukaan tanah) dan akar yang ada di bawah permukaan tanah yang semuanya dilakukan dalam petak contoh. Untuk mengukur biomassa vegetasi di atas permukaan tanah dapat dilakukan dengan dua tahap yakni :  Pertama, metode pendugaan dengan menggunakan persamaan allometrik W= aDb Kedua, untuk pengukuran biomasa tumbuhan bawah atau rumput-rumputan/semak dilakukan dengan petak contoh (Monde, dkk, 2008).
Menurut Mason (1977) terdapat 3 tahap proses dekomposisi serasah, yaitu:
1. Proses pelindian (leaching), yaitu mekanisme hilangnya bahan-bahan yang terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau aliran air.
2. Penghawaan (weathering), merupakan mekanisme pelapukan oleh faktor-faktor fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul air.
3. Aktivitas biologi yang menghasilkan pecahanpecahan organik oleh makhluk hidup yang melakukan dekomposisi
            Kompetisi antarindividu dalam satu spesies yang terjadi pada area dengan cadangan makanan yang terbatas akan membatasi pertumbuhan populasi tersebut. Jika dua spesies menggunakan cadangan makanan yang sama juga akan mempengaruhi kepadatan dari dua spesies tersebut. Kompetisi dalam mendapatkan makanan dipercaya merupakan hal yang penting dalam determinasi diversitas dari suatu spesies                        (Nugroho dan Sumardi, 2004).
            Dalam kuadran hutan yang luas paling sedikit harus ada dua tempat yang berlainan untuk mengambil sampel. Jenis komonitas yang lain pada kuadran yang lebih sempit, satu sampel setiap kuadran sudah cukup. Jika pada tanah-tanah diantara gedung-gedung, ditepi-tepi jalan kecil dan sebagainya mungkin tak ada peluang untuk mengambil sampel (Soemartono,dkk, 1978).
            Cahaya matahari memberikan energy yang menggerakan hampir seluruh ekosistem, meskipun hanya tumbuhan dan organism fotosintetik lain yang menggunakan sumber energi ini secara langsung. Intensitas cahaya bukan merupakan faktor terpenting yang membatasi pertumbuhan tumbuhan dilingkungan darat, tetapi penaungan oleh kanopi hutan, membuat persaingan untuk mendapatkan cahaya matahari di bawah kanopi tersebut menjadi sangat ketat (Campbell, dkk, 2008).
Produksi serasah kasar tersebut sangat dipengaruhi oleh proses dekomposisi bahan organik. Setiadi (1989) menyatakan bahwa proses dekomposisi organik di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Adanya variasi produksi serasah kasar antara lain dipengaruhi oleh kerapatan tajuk dan persaingan dalam mendapatkan cahaya (Alrasjid, 1986). Peningkatan suhu tanah dapatmerangsang kegiatan metabolisme dekomposer untuk mempercepat laju proses mineralisasi (perombakan bahan organik menjadi CO. Kerapatan tajuk lahan Padang Rumput lebih rendah dibandingkan dengan hutan alami, sehingga cahaya matahari yang masuk ke lantai lahan Padang Rumput lebih besar disbanding hutan Alami. Kondisi tersebut mengakibatkan suhu tanah lantai meningkat, sehingga hal ini mempercepat aktivitas dekomposer di dalam proses perombakan serasah tersebut (Repository UPI, 2009).



2.1.1 Mikro Organisme Sebagai Perombak
            Kehidupan di dalam tanah adalah analog dengan kehidupan di atas tanah.  Akar, umbi dan organ-organ lain di bawah tanah adalah bagian-bagian dari produsen primer.  Mereka adalah pemakan dan perombak yang dihubungkan satu dengan lainnya dengan rantai makanan.  Perbedaan utama antara ekologi di atas dan di bawah tanah adalah bahwa di atas tanah hewan memainkan peran dominan sebagai pemakan, dan di bawah tanah mikro organisme memainkan peran utama sebagai perombak.
Gambaran utama tertentu mikro organisme adalah susunan biologinya yang relatif sederhana.  Banyak organisme bersel tunggal maupun bersel banyak memiliki sifat yang kurang dapat dibedakan dalam tipe sel dan sifat jaringan, apakah organisme tersebut hewan atau tumbuhan.  Mereka merupakan kelompok protista.  Protista dikelompokkan sebagai protista rendah dan protista tinggi berdasarkan tingkat kompleksitasnya.  Protista rendah termasuk algae biru, hijau dan bakteri.
Sebagian besar bakteri tanah menghendaki oksigen dari udara tanah dan diklasifikasikan sebagai aerob.  Beberapa bakteri aerop dapat beradaptasi dengan lingkungan yang ada atau tidak ada oksigen.  Bakteri ini disebut aerob fakultatif.  Bakteri lainnya yang tidak dapat hidup pada tempat yang ada oksigennya disebut anaerob. 
Pada keadaan normal, bakteri memperbanyak koloni dengan membelah diri menjadi 2 bagian.  Pembelahan tersebut rata-rata terjadi setiap 20 menit dan dapat lebih cepat apabila kondisi lingkungan mendukung. 
Algae biru-hijau berserabut pada pokoknya, tetapi mempunyai struktur sederhana seperti bakteri.  Algae tersebut diklasifikasikan sebagai bakteri oleh beberapa ahli biologi.  Algae biru-hijau merupakan aquatic fotoautotroph yang tumbuh dengan subur dimana cahaya dan kelembaban memungkinkan.  Mereka memainkan peran penting di sawah yang tergenang, mengikat nitrogen dari udara dan melepaskan O2 dari fotosintesis.  Nitrogen akan bermanfaat bagi padi dan oksigen akan berguna bagi akar padi.
a.    Jamur sebagai perombak lignin yang efektif
Jamur heterotroph bervariasi sangat luas dalam ukuran dan struktur, dari ragi bersel satu sampai dengan mold dan jamur yang dapat dikonsumsi oleh manusia.  Jamur tumbuh dari spora dengan struktur semacam benang yang disebut hifa, dan massa benang yang ekstensif disebut misellium.  Tanah pada umumnya mengandung 10—100 meter hifa per gram.  Jamur penting pada semua jenis tanah.  Jamur toleran terhadap keasaman, yang membuatnya penting pada tanah masam.  Sisa-sisa pohon di hutan memberi makanan yang berlimpah pada jamur tertentu yang merupakan perombak lignin yang efektif.
b.    Actinomycetes suatu jamur yang menyerupai bakteri
Actinomycetes secara morfilogi berada diantara jamur dan bakteri.  Sering dikatan sebagai ray fungi ataupun thread bacteria.  Actinomycetes menyerupai bakteri dalam hal kesamaan struktur selnya dan ukuran irisan melintangnya.  Mereka menyerupai jamur berserabut yang menghasilkan jaringan serabut bercabang.  Organisme ini sebagian bereproduksi dengan spora yang sangat menyerupai bakteri.  Jumlah actinomycetes berkisar antara 1.000.000 sampai 36.000.000 per gram tanah.
c.    Algae-clorophylous protista
Algae menunjukkan perubahan besar dalam bentuk dan ukuran, berkisar dari organisme bersell tunggal dengan diameter sampai 10 kali lebih besar dari bakteri sampai lumut laut sepanjang lebih dari 30 meter.  Algae tidak begitu penting dalam tanah. Pada umumnya sebagian besar algae tanah bersel tunggal atau berserabut kecil .  algae umumnya tersebar di permukaan tanah dimana cahaya dan kelembaban memungkinkan. 
d.    Protozoa
Protozoa merupakan protista bersel satu.  Protozoa hidup dalam lapisan partikel tanah yang mengelilingi air, yang berarti sebagai organisme aquatic.  Bila tanah mongering, suplai makanan terbatas, atau keadaan menjadi merugikan, protozoa akan diam, dan menjadi aktif lagi apabla keadaan memungkinkan.  Protozoa tanah merupakan predator yang memakan bakteri tanah meskipun beberapa diantaranya juga memakan jamur, algae, atau bahan organik mati.  Walaupun protozoa terdapat banyak di dalam tanah, ternyata hanya sedikit yang berpengaruh terhadap perombakan bahan organik dan aktivitas bakteri.

2.1.1 Binatang Tanah Sebagai Pemakan Dan Perombak
Binatang tanah sangat banyak jumlanya, dan berperan penting dalam perombakan bahan organik.  Nematoda dan white grubs merupakan pemakan utama sebagian besar makanan pada akar tanaman.  Pemakan kedua dan ketiga meliputi binatang-binatang predator seperti rayap, lipan, laba-laba, semut, dan tikus.
a.    Nematoda pemakan parasit
Nematoda adalah cacing yang berukuran mikroskopik dan merupakan binatang yang sangat banyak terdapat di dalam tanah.  Berdasarkan kebutuhan makannnya dikenal 3 kelompok yaitu 1) yang memakan sisa bahan organik 2) yang memakan cacing tanah dan nematoda lainnya, parasit tanaman, bakteri, protozoa dan sejenisnya.  3) sebagai parasit akar tanaman tingkat tinggi dan melewatkan sebagian siklus hidup di dalam akar.  Nematoda hidup terutama dalam lapisan air yang mengelilingi partikel tanah atau daam akar tanaman.  Bila tanah kering atau keadaan lain tidak memungkinkan, nematoda akan membentuk ciste.  Nematoda akan aktif kembali bila kondisi lingkungan memungkinkan.
Tanaman inang yang terserang nematoda parasit akan melawan dengan membentuk bisul akar, gumpalan akar, atau penyimpangan bentuk akar.  Nematoda parasit dapat dikendalikan dengan fumigasi berkala.
b.    Cacing tanah- pemakan dan pencampur tanah
Organisme ini suka lingkungan lembab dengan bahan organik yang berlimpah, dan berlimpahnya kalsium tersedia.  Cacing tanah terdapat dalam tanah bertekstur halus dengan kandungan bahan organik tinggi dan merupakan asam keras.  Cacing tanah pada umumnya membuat rongga yang dangkal dan makan bahan tanaman setiap malam.  Beberapa bahan tanaman diseret ke dalam lubang.  Jenis cacing tanah yang lainnya ada yang menyerap bahan orgaik yang ada di dalam tanah.  Kotoran dan buangan ditimbun dalam tanah bercampur menyatu dengan bahan tanah, membentuk alur, dan memakan daun-daunan yang rontok sehingga tanah menjadi lebih terbuka dan porous.  Saluran yang terbuka di permukaan tanah akan meningkatan infiltrasi.  Caing tanah secara normal meghindari tanah jenuh.  Jika mereka muncul sepanjang hari saat terjadi hujan, mereka.

c.    Arthropoda-pemakan dan perombak
Arthropoda adalah hewan yang memiliki kerangka luar yang dihubungkan dengan kaki arthropoda meliputi springstail, kutu, laba-laba, serangga, termasuk larva, kelabang, dan lipan.  Springstail memakan tanaman yang mati, jaringan hewan, faces, humus dan misellia jamur.  Kutu memakan serat organik dari semua jenis seperti hypha jamur dan benih.  Beberapa kutu adalah pemakan predator dan cacing, serangga, telur, dan hewan kecil lainnya.  Lipan mempunyai beberapa pasang kaki dan sebagai pemakan hijauan atau sebagai perombak.  Makanan mereka terutama bahan organik yang mati (saproghagous).  Kelabang akan menyerang dan memakan semua binatang yang berukuran sebesar kepala mereka. Tempayak (larva serangga) memakan akar tanaman.
d.    Ketergantungan mikroorganisme dan hewan dalam perombakan bahan organik
Ketika daun jatuh ke permukaan tanah mikro organisme dan hewan menyerang daun tersebut.  Lubang yang dibuat pada daun oleh hewan akan memudahkan masuknya mikroorganisme ke dalam daun.  Ketika hewan tanah makan, mikro organisme akan terikut dan meneruskan fungsinya di dalam saluran pencernaan hewan.  Ekskresi dari hewan diserbu oleh mikroba dan fauna.  Hasil akhir adalah humifikasi dari bahan organik dengan mikro organisme dan fauna yang memegang peran penting.  Dalam proses ini peran terbesar dari hewan adalah fragmentasi dan pencampuran, yang meningkatkan luas permukaan dan menyediakan bahan organik untuk mikro organisme.  Mikro organisme memiliki andil yang besar dalam mineralisasi dan peredaran kembali elemen-elemen mineral.
Respirasi mikroorganisme tanah mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi (mikroorganisme) tanah merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk menentukan tingkat aktifitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi telah mempunyai korelasi yang baik dengan parameter lain yang berkaitan dengan aktivitas mikroorganisme tanah seperti bahan organik tanah, transformasi N, hasil antara, pH dan rata-rata jumlah mikroorganisrne (Iswandi, 1989).
Penetapan respirasi tanah didasarkan pada penetapan : (1). Jumlah CO2 yang dihasilkan, dan (2) Jumlah O2 yang digunakan oleh mikroba tanah.  Pengukuran respirasi ini berkorelasi baik dengan peubah kesuburan tanah yang berkaitar dengan. aktifitas mikroba seperti: (1) Kandungan bahan organic; (2) Transformasi N atau P, (3) Hasil antara, (4) pH, dan (5) Rata-rata jumlah mikroorganisme (Andre, 2010).
Respirasi tanah merupakan suatu proses yang terjadi karena adanya kehidupan mikrobia yang melakukan aktifitas hidup dan berkembang biak dalam suatu masa tanah. Mikrobia dalam setiap aktifitasnya membutuhkan O2 atau mengeluarkan CO2 yang dijadikan dasar untuk pengukuran respirasi tanah. Laju respirasi maksimum terjadi setelah beberapa hari atau beberapa minggu populasi maksimum mikrobia dalam tanah, karena banyaknya populasi mikrobia mempengaruhi keluaran CO2 atau jumlah O2 yang dibutuhkan mikrobia. Oleh karena itu, pengukuran respirasi tanah lebih mencerminkan aktifitas metabolik mikrobia daripada jumlah, tipe, atau perkembangan mikrobia tanah (Ragil, 2009).
Adapun cara penetapan tanah di laboratorium lebih disukai. Prosedur di laboratorium meliputi penetapan pemakaian O2 atau jumlah CO2 yang dihasilkan dari sejumlah contoh tanah yang diinkubasi dalam keadaan yang diatur di laboratorium. Dua macam inkubasi di laboratorium adalah : 1) Inkubasi dalam keadaan yang stabil (steady-stato), 2) Keadaan yang berfluktuasi Untuk keadaan yang stabil, kadar air, temperatur, kecepatan, aerasi, dan pengaturan ruangan harus dilakukan dengan sebaik mungkin.
Peningkatan respirasi terjadi bila ada pembasahan dan pengeringan, fluktuasi aerasi tanah selama inkubasi. Oleh karena itu, peningkatan respirasi dapat disebabkan oleh perubahan lingkungan yang luar biasa. Hal ini bisa tidak mencerminkan keadaan aktivitas mikroba dalam keadaan lapang, cara steady-stato telah digunakan untuk mempelajari dekomposisi bahan organik, dalam penelitian potensi aktivitas mikroba dalam tanah dan dalam perekembangan penelitian (Iswandi, 1989).
Respirasi Tanah merupakan pencerminan populasi dan aktifitas mikroba tanah. Metode respirasi tanah masih sering digunakan karena cukup peka, konsisten, sederhana dan tidak memerlukan alat yang canggih dan mahal. Pengukuran respirasi tanah ditentukan berdasarkan keluaran CO2 atau jumlah O2 yang dibutuhkan oleh mikrobia. Laju respirasi maksimum biasanya terjadi setelah beberapa hari atau beberapa hari atau beberapa minggu populasi maksimum mikrobia. Oleh karena itu pengukuran respirasi tanah lebih mencerminkan aktifitas metabolik mikrobia daripada jumlah, tipe atau perkembangan mikrobia tanah. Respirasi mikroorganisme tanah mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi (mikroorganisme) tanah merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk menentukan tingkat aktifitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi telah mempunyai korelasi yang baik dengan parameter lain yang berkaitan dengan aktivitas mikroorganisme tanah seperti bahan organik tanah, transformasi N, hasil antara, pH dan rata-rata jumlah mikroorganisrne (Iswandi, 1989).
Respirasi mikroorganisme tanah mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi (mikroorganisme) tanah merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk menentukan tingkat aktifitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi telah mempunyai korelasi yang baik dengan parameter lain yang berkaitan dengan aktivitas mikroorganisme tanah seperti bahan organik tanah, transformasi N, hasil antara, pH dan rata-rata jumlah mikroorganisrne (Iswandi, 1989).
Penetapan respirasi tanah didasarkan pada penetapan : (1). Jumlah CO2 yang dihasilkan, dan (2) Jumlah O2 yang digunakan oleh mikroba tanah.  Pengukuran respirasi ini berkorelasi baik dengan peubah kesuburan tanah yang berkaitar dengan. aktifitas mikroba seperti: (1) Kandungan bahan organic; (2) Transformasi N atau P, (3) Hasil antara, (4) pH, dan (5) Rata-rata jumlah mikroorganisme (Andre, 2010).
Respirasi tanah merupakan suatu proses yang terjadi karena adanya kehidupan mikrobia yang melakukan aktifitas hidup dan berkembang biak dalam suatu masa tanah. Mikrobia dalam setiap aktifitasnya membutuhkan O2 atau mengeluarkan CO2 yang dijadikan dasar untuk pengukuran respirasi tanah. Laju respirasi maksimum terjadi setelah beberapa hari atau beberapa minggu populasi maksimum mikrobia dalam tanah, karena banyaknya populasi mikrobia mempengaruhi keluaran CO2 atau jumlah O2 yang dibutuhkan mikrobia. Oleh karena itu, pengukuran respirasi tanah lebih mencerminkan aktifitas metabolik mikrobia daripada jumlah, tipe, atau perkembangan mikrobia tanah (Ragil, 2009).
Adapun cara penetapan tanah di laboratorium lebih disukai. Prosedur di laboratorium meliputi penetapan pemakaian O2 atau jumlah CO2 yang dihasilkan dari sejumlah contoh tanah yang diinkubasi dalam keadaan yang diatur di laboratorium. Dua macam inkubasi di laboratorium adalah : 1) Inkubasi dalam keadaan yang stabil (steady-stato), 2) Keadaan yang berfluktuasi Untuk keadaan yang stabil, kadar air, temperatur, kecepatan, aerasi, dan pengaturan ruangan harus dilakukan dengan sebaik mungkin.
Peningkatan respirasi terjadi bila ada pembasahan dan pengeringan, fluktuasi aerasi tanah selama inkubasi. Oleh karena itu, peningkatan respirasi dapat disebabkan oleh perubahan lingkungan yang luar biasa. Hal ini bisa tidak mencerminkan keadaan aktivitas mikroba dalam keadaan lapang, cara steady-stato telah digunakan untuk mempelajari dekomposisi bahan organik, dalam penelitian potensi aktivitas mikroba dalam tanah dan dalam perekembangan penelitian (Iswandi, 1989).
Respirasi Tanah merupakan pencerminan populasi dan aktifitas mikroba tanah. Metode respirasi tanah masih sering digunakan karena cukup peka, konsisten, sederhana dan tidak memerlukan alat yang canggih dan mahal. Pengukuran respirasi tanah ditentukan berdasarkan keluaran CO2 atau jumlah O2 yang dibutuhkan oleh mikrobia. Laju respirasi maksimum biasanya terjadi setelah beberapa hari atau beberapa hari atau beberapa minggu populasi maksimum mikrobia. Oleh karena itu pengukuran respirasi tanah lebih mencerminkan aktifitas metabolik mikrobia daripada jumlah, tipe atau perkembangan mikrobia tanah. Respirasi mikroorganisme tanah mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi (mikroorganisme) tanah merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk menentukan tingkat aktifitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi telah mempunyai korelasi yang baik dengan.









III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat
            Praktikum ekologi tanah dan tanaman ini dilaksanakan pada hari minggu tanggal 15 April 2013 yang dimulai pada pukul 10.00 sampai dengan 12.00 di Kebun Percobaan Biologi Fakultas MIPA Universitas Andalas Padang.
3.2 Alat dan Bahan
            3.2.1 Biomassa
            Alat yang digunakan pada praktikum kali ini diantaranya adalah tali plastik, pancang, parang, pisau, gunting, plastik ukuran 2 Kg dan 5 Kg, bor tanah, buku munsel. Sedangkan bahan yang digunakan adalah sampel tanah dari hutan rawa rawa dan hutan sekunder.
            3.2.2 Respirasi Tanah
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah KOH 0,5 M, BaCl2 1M, HCl 0,5 N, indikator pp, indikator metal orange, bejana kedap udara dan tabung film.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Biomassa
A. Hutan Semak Belukar (Primer)
Terelebih dahulu kita siapkan alat alat yang dibutuhkan seperti yang diatas, kemudian cari areal hutan semak belukar yang akan dijadikan sebagai tempat untuk mengambil sampel tanah dengan ukuran 10m x 10m. Setelah itu buat petakan dengan menggunakan tali plastik dan pancang. Lalu ambil segala jenis vegetasi yang berbeda yang tumbuh di areal tersebut dan letakkan di dalam kantong plastik 5Kg. Siapkan petakan berukuran 50 x 50 Cm. Bersihkan vegetasi yang ada diatasnya, lalu ambil biomass yang tersisa diatasnya dan masukkan ke dalam kantung plastik 2Kg. Setelah itu lakukan pemboran dengan menggunakan bor Belgi sedalam 120 Cm, setiap 20 Cm-nya masukkan sampel tanah ke dalam kantung plastik 2 Kg, sebelum itu pampangkan penampang tanah yang dibor tadi di atas kertas dan amati lalu analisis warna tanahnya, tekstur tanahnya, serta warna tanahnya dengan bantuan buku Munsel.
B. Hutan Sekunder
            Pertama tama siapkan alat alat yang dibutuhkan seperti yang diatas, kemudian cari areal hutan sekunder yang akan dijadikan sebagai tempat untuk mengambil sampel tanah dengan ukuran 10m x 10m. Setelah itu buat petakan dengan menggunakan tali plastik dan pancang. Lalu ambil segala jenis vegetasi yang berbeda yang tumbuh di areal tersebut dan letakkan di dalam kantong plastik 5Kg. Siapkan petakan berukuran 50 x 50 Cm. Bersihkan vegetasi yang ada diatasnya, lalu ambil biomass yang tersisa diatasnya dan masukkan ke dalam kantung plastik 2Kg. Setelah itu lakukan pemboran dengan menggunakan bor Belgi sedalam 120 Cm, setiap 20 Cm-nya masukkan sampel tanah ke dalam kantung plastik 2 Kg, sebelum itu pampangkan penampang tanah yang dibor tadi di atas kertas dan amati lalu analisis warna tanahnya, tekstur tanahnya, serta warna tanahnya dengan bantuan buku Munsel.
D. Cara Kerja di Laboratorium
            Pertama tama keluarkan biomass yang sudah didapat dari areal hutan rawa maupun hutan sekunder tersebut dan pisahkan berdasarkan Liter, Fermentasi, Batang, dan Humifikasi (L, F, B, dan H) dari masing masing plotnya. Kemudian letakkan kedalam wadah yang berbeda lalu ditimbang masing masingnya, ini merupakan berat basah. Setelah itu semuanya dikeringkan lebih kurang 2 x 24 jam, lalu ditimbang kembali masing masingnya, ini merupakan berat keringnya.
3.3.2 Respirasi Tanah
Ditimbang tanah sebanyak 90 g, diberi sedikit akuades. Diambil dua buah tabung film, satu untuk KOH 10 ml dan satu untuk 10 ml akuades. Diletakkan kedua tabung film tersebut diatas permukaan tanah yang telah diatur dalam posisi miring. Lalu bejana kedap udara ditutup, dan ditempatkan dalam inkubator atau dalam ruangan gelap dengan suhu kamar (26oC). Inkubasi dilakukan 7-14 hari. Pada akhir inkubasi diambil tabung berisi KOH, ditambahkan 1M BaCl2 5 ml dan indikator pp 4 tetes. Kemudian dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai warna merah hilang. Pengamatan respirasi dilakukan terhadapp tanah dari beberapa tipe penggunaan lahan dengan membandingkannya terhadap bejana tanpa tanah.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Biomasa
4.1.1 Hasil
A. Vegetasi Semak (sekunder)
Kategori
Berat (g)
Terfumifikasi
21.99
Terfermentasi
404.47
Total
426.46
           

Berat (g)
Monolit 1
322.27
Monolit 2
405.6
           

Kategori
Jumlah Makroorganisme
Tanah 1
Tanah 2
Pengamatan 1
3
1
Pengamatan 2
24
11
Total
27
12

B.     Vegetasi Hutan (primer)
Kategori
Berat (g)
Terfumifikasi
-
Terfermentasi
-
Total
0


Berat (g)
Monolit
386,67



C. Mikroorganisme yang terdapat pada tanah sekunder dan primer

NO

JENIS MIKRO ORGANISME

JUMLAH
1
Pengamatan I 06-03-13


SEKUNDER


Semut sakit
13

Semut ekor panjang
1

Serangga
3

Cacing
1

PRIMER 1


Semut sakit
5

Serangga
2

PRIMER 2


Semut
2

Serangga
1
2
Pengamatan II 08-03-13


SEKUNDER


Semut sakit
14

Semut ekor panjang
2

Serangga
11

Cacing
1

PRIMER 1


Semut sakit
6

Serangga
2

PRIMER 2


Semut
3

Serangga
2
3
Pengamatan IV11-03-13


SEKUNDER


Semut sakit
20

Semut ekor panjang
10

Serangga
5

Cacing
1

PRIMER 1


Semut sakit
10

Serangga
5

PRIMER 2


Semut
5

Serangga
7
4
Pengamatan IV18-03-13


SEKUNDER


Semut sakit
30

Semut ekor panjang
9

Serangga
5

Cacing
1

PRIMER 1


Semut sakit
19

Serangga
3

PRIMER 2


Semut
9

Serangga
3


















4..2 Respirasi Tanah
    

Jenis Tanah

HCl yang terpakai (ml)

CO2 yang di hasilkan tanah per minggu (mg)
Kontrol
8.8
0
Sawah
4.9
42.9
Semak
8.2
6.6
Sampah
5.0
41.8
Ladang
3.7
56.1


4.1.2 Pembahasan
            Berdasarakan hasil yang telah di dapatkan pada praktikum kali ini, di mana serasah yang di ambil yaitu ada tiga macam  anatara lain, serasah Segar, serasah Fermentasi, serasah Terhumifikasi, masing-masing serasah tersebut di ambil dari tempat yang berbeda yaitu pada hutan primer dan hutan sekunder, kedua hutan tersebut mempunyai perbedaan dari segi ekologi, pada hutan primer dimana mempunyai kelembapan yang sangant tinggi di bandingkan dengan hutan sekunder yang sering kita sebut dengan hutan belukar, pada tanah hutan sekunder lebih banyak mengandung mikrorganisme hal ini di karenakan pada hutan sekunder (semak belukar) lebih terbuka dan banyak mendapatkan sinar matahari di bandingkan dengan hutan primer, pada dasaranya serasah yang terdapat pada tanaha tergantung dari marfologi daunya serta keadaan dari suatau tumbuhan tersebur, semakin banyak serasah maka mikroorganisme akan juga banyak karna hal ini menyangkut dengan tingkatan dari serasah tersebut, sebagian besar serasah yang telah terhumifikasi mempunyai sutruktur yang sudah menyerupai tanaha, sedangkan serasah yang terfermentasi sebagaian belum menyerupai tanah, hal ini di karenakan adanya mikroorganisme yang belum mamapu menguraikan daun tersebut.
            Semakin lama daun tertimbun maka akan semakin cepat terurai, tapi semua hal itu tergantung lama waktu yang dibutuhkan suatu daun untuk melapuk, dimana Serasah merupakan salah satu komponen di dalam hutan yang juga dapat menyimpan karbon. Serasah didefinisikan sebagai bahan organik mati yang berada di atas tanah mineral. Kualitas serasah ditentukan dengan melihat morfologinya terutama yang berasal dari daun yang gugur untuk mengasumsikan kecepatan dekomposisinya. Kecepatan pelapukan daun ditentukan oleh warna, sifatnya ketika diremas dan kelenturannya. Warna daun kering coklat, daun tetap lemas bila diremas, bila dikibaskan daun tetap lentur berarti daun tersebut cepat lapuk. Apabila warna daun kering kehitaman, bila diremas pecah dengan sisi-sisi yang tajam dan bila dikibaskan kaku maka daun tersebut lambat lapuk. Kualitas serasah yang beragam akan menentukan tingkat penutupan permukaan tanah oleh serasah. Kualitas serasah berkaitan dengan kecepatan pelapukan serasah.(dekomposisi). Semakin lambat lapuk maka keberadaan serasah di permukaan tanah menjadi lebih lama.
            Pada vegetasi semak di mana tingkat pelapukan lebih tinggi di bandingakn dengan vegetasi hutan primer, dan ini membuktikan bahwa pada hutan yang selalu terpapar matahari dimana tingkat pelapukannya akan lebih tinggi, pada hutan primer yang jarang terpapar matahari dimana tingkat pelapukannya sangat rendah, dan pada mikroroganismenya juga banyak terdapat pada hutan sekunder, dimana semakin tinggi pelapukan maka organisme akan semakin banyak, tapi ada beberapa faktor yang memepengaruhi keberadaan mikrorganisme, Faktor-faktor yang mempengaruhi dominansi adalah Jumlah Organisme ata vegetasi perusakan habitat alami seperti pengkonversian lahan, pecemaran kimia dan organik, Perubahan iklim. Hal ini sesuai dengan literatur . Kurniasari (2009) yang menyatakan bahwa untuk mengetahui jenis dominan pada suatu ekosistem diperlukan analisis vegetasi hingga diperoleh indeks nilai penting.
Pada indeks diversitas (keanekaragaman) pada katagori rendah sampai sedang pada semua lokasi kajian disebabkan oleh adanya dominansi komunitas oleh salah satu takson. Dominansi tersebut menurunkan indeks kemerataan cacah jenis (equitability), sehingga meskipun mempunyai kekayaan jenis yang tinggi, suatu lokasi dapat mempunyai indeks diversitas yang rendah. Indeks diversitas sangat tergantung pada jumlah total individu masing – masing kelompok takson.
Hubungan dominansi serasah terhadap kompetisi yaitu kompetisi tersebut berguna sebagai salah satu jalan untuk mendapatkan suatu tempat di mana dia akan menjadi dominan di dalam komunitas tersebut. Dengan adanya proses dominasi maka dapat membawa suatu perubahan, perubahan tersebut dapat bersifat baik maupun buruk. Jika perubahan itu menghasilkan sesuatu yang baik maka keseimbangan tetap terjaga dan makhluk hidup akan sukses dalam pencapaian keseimbangan. Hal yang demikian dapat dikatakan sebagai proses suksesi dimana makhluk hidup berhasil dalam usahanya untuk mempertahankan hidupnya. Sebaliknya jika perubahan itu mendadak tidak terkontrol maka akan menimbulakan kerusakan pada alam dan menimbulkan sebuah konflik.
Pada hasil respirasi yang dilakukan pada beberapa tanah anatara lain, tanah sawah, tanah semak, tanah sampah, tanah ladang, dimana hasil dari penangkapan CO2 yang banyak yaitu terdapat pada tanah sawah, maka kita dapat menyatakan bahwa pada tanah sawah banyak sekali terdapat CO2 hal ini dikarenakan tanah tersebut mempunyai porositas yang tinggi sehingga oksigen akan leluasa pada tanah tersebut, dan pada dasarnya semua tanah memiliki pori-pori tapi tidak semua tanah memiliki banyak pori ada beberapa tanah yang hanya sedikit memiliki pori, hal ini tergantung dari struktur tanah tersebut, semakin  besar pori pada tanah maka oksigen akan mudah masuk dan begitu juga sebaliknya, bukan oksigen saja tetapi juga pada air.











V. KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
            Adapun kesimpulan dari parktikum ini adalah:
*      Semakin tinggi pelapukan maka semakin besar mikrorganisme yang terdapat di tanah tersebut
*      Tanah yang selalu terpapar oleh sinar matahari akan lebih cepat melapuk (terurai) dibandingkan dengan tanah yang sedikit terkena sinar matahari
*      Keberdaan mikroorganisme lebih banyak terdapat pada hutan semak di bandingkan dengan hutan primer
*      Kecepatan pelapukan daun ditentukan oleh warna, sifatnya, ketika diremas dan kelenturannya.
*      Respirasi yang tertinggi terdapa pada tanah sawah hal ini terbukti dengan penangkapan CO2  yang terbanyak
*      Produksi serasah kasar tersebut sangat dipengaruhi oleh proses dekomposisi bahan organik
5.2 Saran
            Untuk praktikum yang kedepanya diharapkan semua praktikan terlebih dahulu mengetahi cara kerja sebelum terju  kelapangan, karan hal ini kan menyangkut pada hasil dari kerja tersebut, kesipan peralatan sebelum memulai praktikum, serta kekompakan daalm melaksanakan praktikum ini, karena praktikum ini lumayan sedikit berat jadi sangat diharapkan kerja samanya dan keseriusan dalam bekerja, dan untuk asisten diharapkan ketegasan dalam peraturan dalam praktikum.
           


DAFTAR PUSTAKA
Budihardjo, eko. 1993. Kota dan Lingkungan. Penerbit LP3ES : Jakarta
James, M. G.; D. S. Robertson, A. M. Myers. "Characterization of the Maize Gene sugary1, a Determinant of Starch Composition in Kernels". The Plant Cell 7 (4): 417–429
Odum, EP. 1983. Basic Ecology. Saunders, Philadelphia
Rahmawati,Nini.2005. Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik. Usu Repository
Rasidi, Suswanto. 2004. Ekologi Tumbuhan. Jakarta ; Universitas Terbuka
Resosoedarmo, Soedjiran. 1989. Pengantar Ekologi.Jakarta : Remadja Karya
Tambunan, Mangapul P.Ekologi Tanaman. Departemen Geografi.FMIPA-UI. Jakarta
Anonymous. 2010. Pengertian sejarah dan perkembangan. http://biologiasyek.blogspot.com/2010/12/pengertian-sejarah-dan-perkembangan.html
Hardi. 2009. Ekologi Tumbuhan. http://hardibio.blogspot.com/
Marlina, ani. 2010. Ekologi Lingkungan Hidup. http://www.gudangmateri.com/2010/06/ekologi-lingkungan-hidup.html
Yani, 2010. Penerapan Ekologi Tumbuhan dalam bidang pertanian, kehutanan. http://asminarti.blogspot.com/2010/12/makalah-ekologi-tumbuhan-penerapan.html














LAMPIRAN

1.      Perhitungan respirasi
Perhitungan kadar CO2 yang di hasilkan pada pratikum respirasi tanah :
A.    Kontrol :
  Kebutuhan CO2 =  (8.8 – 8.8) . 0.5 . 22
                                      = 0
B.     Tanah Sawah
  Kebutuhan CO2 =  (8.8 – 4.9) . 0.5 . 22
                                      = 42.9
C.    Tanah Semak
   Kebutuhan CO2 =  (8.8 – 8.2) . 0.5 . 22
                                      = 6.6
D.    Tanah Bekas sampah
  Kebutuhan CO2 =  (8.8 – 5.0) . 0.5 . 22
                                      = 41.8
E.     Tanah Ladang
   Kebutuhan CO2 =  (8.8 – 3.7) . 0.5 . 22
                                      = 56.1



Tidak ada komentar:

Posting Komentar