Selasa, 03 Desember 2013

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM “KULTUR JARINGAN TUMBUHAN” fadil

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM “KULTUR JARINGAN TUMBUHAN” DISUSUN OLEH: NAMA : NURUL FADLI BP : 1110212089 KELAS : C ASISTEN : 1) ELVIANA EKA PRATIWI 2) ANTON SUHERMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir Kultur Jaringan Tumbuhan ini di selesaikan tepat waktu, pembuatan laporan akhir ini berjudul laporan akhir ”Kultur Jaringan Tumbuhan” yang bertujuan untuk mengetahui cara perbanyakan tanaman yang secara invitro, steril, aman, dan terkendali, serta sebagai syarat dalam mengikuti ujian akhir pratikum. Dalam pembuatan laporan ini penulis banyak mendapatkan masukan dari berbagai pihak maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak yang telah membantu sehingga laporan akhir praktikum kultur jaringan tumbuhan ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapakn banyak terima kasih kepada: 1. Asisten kultur jaringan yang telah membantu dalam praktikum ini 2. Rekan-rekan angkatan 2011 di bidang kajian ilmiah Pemulian Tanaman Penulis banyak menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga masih banyak yang harus diperbaiki kedepanya, untuk itu penulis mengharapakan saran dan kritikan dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini. Dan harapan penulis semoga laporan ini kultur jaringan tumbuhan ini dapat bermanfaat pada pembaca dan khususnya pada penulis, serta dapat menjadi bahan dalam meningkatkan prestasi yang akan datang. Penulis, 19 november 2013 Nurul Fadli BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya.Kultur jaringan akan lebih besar presentase keberhasilannya bila menggunakan jaringan meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dinding tipis, plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini untuk tissue culture. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan. Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril. Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional. Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam baha asing disebut sebagai tissue culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya. Kultur jaringan akan lebih besar presentase keberhasilannya bila menggunakan jaringan meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dinding tipis, plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini untuk tissue culture. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan. Teknik kultur jaringan sebenarnya sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan jaringan tanaman yang sering disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan dipelihara dalam medium pada atau cair yang cocok dan dalam keadaan steril. dengan cara demikian sebaian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami proliferasi dan membentuk kalus. Apabila kalus yang terbentuk dipindahkan kedlam medium diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk tanaman kecil yang lengkap dan disebut planlet. Dengan teknik kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu jaringan tanaman dapat dihasilkan kalus yang dapat menjadi planlet dalam jumlah yang besar. Pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman ini berdasarkan teori sel sperti yang dikemukakan oleh Schleiden, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom, bahkan mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotensi adalah kemampuan setiap sel, darimana saja sel tersebut diambil, apabila diletakkan dilingkungan yangsesuai akan tumbuh menjadi tanaman yang sempurna. Teknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukkan kalus, penggunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair. Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem, seperti: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan sebagainya. Bila menggunakan embrio bagian bji-biji yang lain sebagai eksplan, yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur dan dormansi. Kegunaan utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis dengan induknya. Dari teknik kultur jaringan tanaman ini diharapkan juga memperoleh tanaman baru yang bersifat unggul. Secara lebih rinci dan jelas berikut ini akan dibahas secara khusus kegunaan dari kultur jaringan terhadap berbagai ilmu (Gunawan, 1988). Perbanyakan tanaman secara besar-besaran telah dibuktikan keberhasilannya pada perkebunan kelapa sawit dan tebu. Dengan car kultur jaringan dapat klon suatu komoditas tanaman dalam relatif cepat. Manfaat yang dapat diperoleh dari kloning ini cukup banyak, misalnya: di luar pulau Jawa akan didirikan suatu perkebunan yang membutuhkan bibit tanaman dalam jumlah ribuan, maka sudah dapat dibayangkan betapa mahalnya biayanya hanya untuk trasnportasi saja. Hala ini dapat diatasi denga usaha kloning melalui budaya jaringan, karena hanya perlu membawa beberapa puluh botol planlet yang berisi ribuan bibit (Anik Herawati, 1991). Dengan cara ini dapat menghemat waktu dan biaya yang cukup banyak dalam persiapan pemberangkatan ataupun transportasinya. Pada ekspor anggrek, misalnya, orang luar negeri menghendaki bunga anggrek yang seragam baik bentuk maupun warnanya. Dalam hal ini dapat dipenuhi juga dengan usaha kloning. Bibit-bibit tanaman dari usaha mericlono (tanaman hasil budidaya meristem) akan berharga lebih mahal, karena induknya dipilih dari tanaman yang mempunyai sifat unggul (Anik Herawati, 1991). Kultur jaringan tanaman telah dikenal banyak orang sebagai usaha mendapatkan varietas baru dari suatu jenis tanaman dalam waktu yang relatif lebih singkat dari pada dengan cara pemuliaan tanaman yang harus dilakukan penanaman secara berulang-ulang sampai beberapa generasi. Untuk mendapatkan varietas baru melalui kultur jaringan dapat dilakukan dengan cara isolasi protoplas dari 2 macam varietas yang difusikan. Atau dengan cara isolasi khloroplas suatu jenis tanaman yang dimasukkan kedalam protoplas jenis tanaman yang lain, sehingga terjadi penggabungan sifat-sifat yang baik dari kedua jenis tanaman tersebut hingga terjadi hibrid somatik (Suryowinoto, 1985). Cara yang lain adalah dengan menyuntikkan protoplas dari suatu tanaman ketanaman lain. Contohnya transfer khloroplas dari tanaman tembakau berwarna hijau ke dalam protoplas tanaman tembakau yang albino, hasilnya sangat memuaskan karena tanaman tembakau menjadi hijau pula. Contoh lain adalah keberhasilan mentrasnfer khloroplas dari tanaman jagung ke dalam protoplas tanaman tebu hasilnya memuaskan (Gunawan, 1988). Menciptakan varietas baru dapat pula dilakukan dengan menggunakan bantuan jenis bakteri seperti bakteri penyebab tumor yang disebut Agrobacterium tumifaciens. Bakteri ini disuntikkan pada tanaman sehat mempunyai buah ukuran besar, agar tanaman sehat tersebut menjadi sakit tumor. Bakteri yang berada dalam jaringan yang menonjol karena terkena tumor tersebut kemudian diambil dan disuntikkan kedalam tanaman lain yang ukuran buahnya kecil-kecil. Dengan cara ini terbukti bahwa tidak lama kemudian tanaman tersebut menghasilkan buah yang ukurannya besar. Hal ini membuktikan bahwa bakteri yang dipindahkan tersebut membawa sifat keturunan yang ada pada tanaman semula. Sedangkan untuk mendapatkan yang baru yang tahan terhadap stress garam, pestisida tertentu, logam berat, suhu rendah atau tinggi dan sebagainya dapat dilakukan dengan cara-cara khusus (Suryowinoto, 1985). I.2 Tujuan Adapun tujuan dan kegunaan praktikum adalah sebagai berikut: Praktikan mampu mengetahui alat dan bahan yang digunakan dalam kultur jaringan. Praktikan mampu membuat media penanaman kultur jaringan. Praktikan dapat mengetahui penyebab penanaman kultur jaringan tidak berhasil. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fasilitas Laboratorium Pertumbuhan eksplan dalam kultur jaringan diusahakan dalam lingkungan yang aseptik dan terkendali. Laboratorium yang efektif merupakan salah satu unsur penting yang ikut menentukan keberhasilan pekerjaan, baik untuk penelitian, mau-pun produksi. Laboratorium sebaiknya dibangun di daerah yang udaranya bersih, tidak banyak debu dan polutan. Bangunan laboratorium kultur jaringan sebaiknya mempunyai pembagian ruangan yang diatur sedemikian rupa sehingga tiap kegiatan terpisah satu dengan yang lainnya, tetapi mudah saling berhubungan dan mudah dicapai (Sitompul, 1995). Pembagian ruangan laboratorium kultur jaringan berdasarkan kegiatan-kegiatannya adalah sebagai berikut : 1. Ruang persiapan/preparasi 2. Ruang transfer/tanam 3. Ruang kultur/inkubasi 4. Ruang stok/media jadi 5. Ruang timbang/bahan kimia 2.1.1 Ruang Persiapan Ruang ini dipergunakan untuk mempersiapkan media kultur dan bahan tanaman yang akan dipergunakan, sebagai tempat mencuci alat-alat laboratorium, dan tempat untuk menyimpan alat-alat gelas. Sesuai dengan fungsinya, maka di-ruangan ini terdiri dari : 1. Hot plate dengan magnetic stirer 2. Oven 3. Pengukur pH, dapat berupa pH meter, atau kertas pH indikator 4. Autoklaf 5. Kompor gas 6. Tempat cuci 7. Labu takar, gelas piala, erlenmeyer, pengaduk gelas, spatula, petridish, pipet, botol kultur, pisau scapel. 2.1.2 Ruang Transfer/Tanam Ruang transfer merupakan ruang di mana pekerjaan aseptik dilakukan. Dalam ruangan ini dilakukan kegiatan isolasi tanaman, sterilisasi dan penanaman eksplan dalam media. Ruangan ini sedapat mungkin bebas dari debu dan hewan kecil, serta terpisah dan tersekat dengan ruangan lain. Penggunaan AC sangat dianjurkan dalam ruangan ini. Ruang transfer dilengkapi peralatan sebagai berikut : 1. Laminar air flow cabinet, bisa juga enkas 2. Alat-alat diseksi; pisau bedah/scapel, pinset, spatula, dan gunting. 3. Hand sprayer yang berisi alkohol 70 % 4. Lampu bunsen 2.1.3 Ruang Kultur/Inkubasi Merupakan ruang yang paling besar dibanding dengan ruangan yang lain. Ruangan ini harus dijaga kebersihannya dan sedapat mungkin dihindari terlalu banyak keluar masuknya orang-orang yang tidak berkepentingan. Ruangan ini berisi rak-rak kultur yang berfungsi untuk menampung botol-botol kultur yang berisi tanaman. Rak ini juga dilengkapi dengan lampu-lampu sebagai sumber cahaya bagi tanaman kultur. Selain rak kultur, ruang kultur juga harus dilengkapi dengan AC, pengukur suhu dan kelembapan, serta timer yang digunakan untuk menghidup-kan dan mematikan lampu secara otomatis. Cahaya yang digunakan sebagai penerangan, sebaiknya cahaya putih yang dihasilkan dari lampu flourescent (Gunawan, L.W. 1995). Lampu flourescent dipakai karena sangat baik dan sangat efisien dalam penggunaan energi bila dibanding dengan lampu pijar. Karena pada lampu pijar, hampir 90 % merupakan energi panas, sehingga mem-pengaruhi ruangan. Intensitas cahaya yang baik dari lampu flourescent adalah antara 100 – 400 ftc (1000 – 4000 lux). Intensitas cahaya dapat diatur dengan menempatkan jumlah lampu dengan kekuatan tertentu. Lampu yang digunakan bisa berupa lampu TL dengan daya 15 watt atau 40 watt, tergantung panjang rak yang dibuat. Jarak antar rak 30 – 35 cm. Sebaiknya travo pada lampu TL dipasang terpisah dari box, (lebih baik kalau dipasang di luar ruang kultur), karena dapat membakar tanaman kultur dan membuat suhu ruang menjadi panas (Hameed N, 2006). Selain lampu TL, lampu SL juga dapat dipakai. Pemakaian lampu ini dapat meng-hemat biaya listrik, juga lebih terang. Tinggi rak yang dibuat antara 50 – 60 cm. Dalam satu bidang rak dapat memakai 2 atau 3 lampu SL daya 5 – 10 watt tergantung ukuran panjang rak. Panjang penyinaran/lama penyinaran yang dibutuhkan oleh tiap tanaman berbeda-beda. Berapa lama penyinaran harus diberikan, tergantung pada jenis tanaman dan respon yang diinginkan. Ada kultur yang membutuhkan waktu pe-nyinaran yang terus menerus, ada yang 14 – 16 jam/hari, ada yang 10 – 12 jam/hari. Rata-rata waktu penyinaran yang efektif adalah 12 – 16 jam/hari. Suhu ruang kultur diatur pada suhu 25 – 28o C. Pada suhu yang terlalu dingin, kultur kadang tidak berkembang dengan baik, begitu juga jika suhu ruang kultur terlalu panas, maka jamur dan bakteri akan berkembang biak dengan cepat dan tanaman menjadi layu. Gambar penampang rak kultur bila memakai lampu SL Gambar penampang rak kultur bila memakai lampu TL 2.1.4. Ruang stok/media jadi Ruangan ini berfungsi sebagai ruang untuk menyimpan media tanam yang sudah di autoklaf. Ruang stok sebaiknya dingin dan gelap, serta kebersihannya harus dijaga. Media tanam akan diinkubasi pada ruang ini selama 3 hari sebelum digunakan. Hal ini untuk mengetahui kondisi media tanam apakah steril atau ter-kontaminasi jamur/bakteri. Apabila media terkontaminasi, sebaiknya segera dikeluar-kan dan diautoklaf selama 1 jam pada tekanan 0.14 Mpa (Marlina N. 2004). Denah lengkap ruangan laboratorium kultur jaringan 2.1.5. Ruang Timbang/Bahan Kimia Ruang ini berisi stok bahan-bahan kimia, timbangan analitik, magnetik stirer dan lemari es. Semua kegiatan penimbangan bahan kimia dan pembuatan larutan stok dilakukan di ruangan ini. Berikut skema laboratorium kultur jaringan yang mempunyai 5 ruang sesuai dengan tahapan dan fungsinya masing-masing : Sedangkan pada laboratorium sederhana, ruang tanam, ruang kultur dan ruang stok media dapat digabung menjadi satu ruangan. Sedangkan ruang preparasi /per-siapan dapat digabung dengan ruang bahan kimia (seperti dalam gambar di bawah). Dari 2 ruangan ini, ruang tanam + kultur harus memakai AC. Untuk daerah yang bersuhu dingin, tanpa memakai AC tidak ada masalah. Denah sederhana ruangan laboratorium kultur jaringan 2.2 Sterilisasi Sebelumnya eksplan kultur jaringan (kuljar) harus dicuci dulu dengan detergen dan dibuang bagian yang tidak perlu. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu bahan seperti alcohol, bahan pemutih pakaian dan HgCl2. Lamanya proses sterilisasi dan konsentrasi bahan tergantung jenis dan bagian tanaman yang digunakan. Prinsip dasar sterilisasi eksplan adalah mensterilkan eksplan dari berbagai mikroorganisme, tetapi eksplannya tidak ikut mati. Setiap tanaman memerlukan perlakuan khusus sehingga sebelum mengulturkan tanaman baru perlu melakukan percobaan sterilisasi (Poehlman, J. M. 1995). Untuk dapat melakukan percobaan sterilisasi kultur jaringan dengan baik, kita bisa membuat kisaran konsentrasi dan waktu yang diperlukan untuk sterilisasi dengan rentang yang cukup lebar. Jika dengan konsentrasi tertentu tidak terkontaminasi tetapi eksplannya mati, berarti konsentrasinya harus diturunkan. Begitu juga sebaliknya, jika masih banyak kontaminannya, konsentrasi bahan harus dinaikkan supaya tidak terkontaminasi lagi. Sama juga halnya dengan waktu yang diperlukan untuk sterilisasi. Jika masih banyak kontaminasi, berarti proses sterilisasi harus lebih lama. Jika kita telah berhasil mendapatkan satu kultur jaringan saja yang bebas kontaminan, maka kita dapat memperbanyaknya dalam jumlah banyak. Untuk meningkatkan efisiensi pensterilisasian pada kultur jaringan dapat menggunakan Tween 20 dengan cara meneteskan 1-2 tetes ke dalam larutan sterilisasi (Sitompul, S.M.1995). Tujuannya supaya tegangan permukaan bahan disinfektan menjadi lebih rendah sehingga bahan disinfektan dapat menyentuh lekukan-lekukan kecil atau rongga-rongga kecil seperti celah-celah di antara bulu-bulu halus yang ada di eksplan sehingga eksplan benar-benar steril. Semua peralatan dan bahan yang dipakai untuk sterilisasi eksplan kultur jaringan seperti Bunsen, cawan petri, botol kultur yang berisi media, botol bahan disinfektan, botol alkohol 70%, dan alat-alat disiapkan di dalam Eksplan kultur jaringandimasukkan ke dalam larutan disinfektan pertama dengan konsentrasi dan waktu tertentu sambil dikocok-kocok, lalu dibilas dan dimasukkan kedalam larutan disinfektan kedua dan seterusnya hingga semua larutan disinfektan selesai dilakukan. Terakhir, eksplan dibilas dengan air steril sebanyak 3 kali, tujuannya supaya tidak terdapat sisa-sisa bahan disinfektan yang menempel di eksplan.Selain sterilisasi dengan kombinasi berbagi bahan disinfektan, bisa juga dilakukan sterilisasi bertingkat (konsentrasi bahan disinfektan semakin rendah) untuk suatu disinfektan yang dibarengi dengan pembukaan setiap daun muda sampai mata tunas telanjang. Untuk kultur anter, anter dapat dipotong dari bunga dan disterilisasi menggunakan klorox (pemutih pakaian) dan HgCl2 dan tidak memerlukan sterilisasi bertingkat (Poehlman,J.M.1995). Sebagai patokan, konsentrasi bahan dan waktu yang diperlukan untuk sterilisasi eksplan sebagai berikut. 2.2.1. Sterilisasi Ringan Eksplan kuljar direndam dalam cairan pemutih pakaian 20% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril. Setelah itu, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 15% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril. Terakhir, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 10% selama 10 menit, lalu dengan air steril tiga kali. 2.2.2. Sterilisasi Sedang Eksplan kuljar direndam dalam HgCl2 0,1-0,5 mg/l selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril. Setelah itu, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 15% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril. Terakhir, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 10% selama 10 menit, lalu dibilas dengan air steril tiga kali. 2.2.3Sterilisasi Keras Eksplan kuljar direndam dalam HgCl2 0,1-0,5 mg/l selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril. Setelah itu, eksplan direndam dalam alkohol 90% selama 15 menit, lalu bilas dengan air steril. Terakhir, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 20% selama 10 menit, lalu dibilas dengan air steril tiga kali. 2.2.4 Teknik Sterilisasi – manipulasi bahan tanaman Sumber utama kontaminan adalah spora jamur dan bakteri yang membentuk bagian alami dari atmosfer. Dapat diasumsikan bahwa agen kontaminasi ada dimana – mana, misalnya pakaian, kulti, rambut dan nafas si operator, jaringan tanaman, peralatan, bagian luar wadah kultur, permukaan tempat kerja, dan banyak lagi. Udara steril di dalam laminar air flow cabinet memungkinkan kita untuk dengan mudah membuka wadah kultur dan bekerja secara steril. Peralatan dapat disterilisasi dengan mencelupkan pada alcohol 70 – 80% yang diikuti dengan pembakaran (flaming) menggunakan Bunsen burner atau lampu spiritus. Bleach dapat juga digunakan sebagai alternatif untuk mensterilisasi peralatan dengan alcohol. Larutan klorin encer (0.1 – 0.25% klorin) dapat digunakan. Secara ringkas langkah berikut mesti dilakukan jika melakukan kegiatan kultur jaringan: 1. Semprot atau usap baigan dalam laminar flow cabinet dengan 70% etil atau isopropyl alcohol sebelum menghidupkan cabinet. Alcohol 70% penting dinguankan, absolute alcohol (95%) tidak membunuh mikroba) 2. Hidupkan cabinet. Jika anda menggunakan lampu UV pastikan anda sudah mematikannya sebelum meletakkan bahan tanaman di dalam cabinet. 3. Semprot semua wadah dan bahan dengan ethanol 70% sebelum meletakkannya dalam cabinet. 4. Cuci tangan dan lengan dengan sabun dan air dan usap dengan 70% ethanol sebelum mengambil tanaman. Penting dicatat bahwa ethanol memiliki efek residual; karenanya sebaiknya menggunakan Hexifoam (desinfektan untuk kulit). 5. Jika menggunakan api, berhati-hatilah 6. Atur ruang kerja dalam cabinet sehingga tidak banyak gerakan tangan menyilang di dalam cabinet. 7. Jika bahan tanaman jatuh ke permukaan cabinet, anggap terkontaminasi dan buang 8. Setelah selesai mentransfer kultur, matikan cabinet, semprot atau usap dengan 70% ethanol dan tutup cabinet. Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara: 2.2.4.1 Sterilisasi dengan pembakaran Alat-alat yang terbuat dari logam dapat disterilkan dengan cara memanaskan atau membakar di atas lampu spirtus. 2.2.4.2 Sterilisasi dengan udara panas/kering Alat-alat dari gelas seperti cawan petri, erlenmeyer, tabung piala, botol eksplan, tabung reaksi dan sebagainya dapat disterilkan dengan udara panas (oven) pada suhu 130 – 160o C selama 1 – 2 jam. Alat alat ditata tidak terlalu rapat agar sirkulasi udara antar tumpukan alat dapat berjalan lancar, sehingga semua alat dapat disterilkan dan dapat dengan mudah dijaga kesterilannya saat dikeluarkan dari alat sterilisasi (Hameed N, 2006). 2.2.4.3 Sterilisasi dengan uap panas (basah) Bahan atau alat dapat disterilkan dengan uap panas atau secara basah pada uap panas biasa atau uap panas dengan tekanan tinggi, secara terus menerus (kontinyu) atau secara terputus putus (diskontinyu), khususnya medium pada suhu atau tekanan yang rendah. Untuk sterilisasi dengan cara ini sering kali menggunakan otoklaf. Sterilisasi medium biasanya dilakukan pada suhu 121oC dengan tekanan 1 atm selama 15-30 menit, namun untuk medium yang tidak mudah rusak dapat dilakukan pada suhu atau tekanan yang sedikit lebih tinggi. 2.2.4.4 Sterilisasi dengan bahan kimia Bahan kimia tertentu sering digunakan untuk sterilisasi alat maupun bahan. Etanol 70% sering digunakan untuk sterilisasi permukaan pada alat yang sering dikombinasi dengan pembakaran pada api. NOCl (natrium hipoklorit) dan formalin juga sering digunakan untuk sterilisasi permukaan atau disinfestasi permukaan atau disinfeksi permukaan. 2.2.4.5 Sterilisasi lingkungan kerja Lingkungan kerja untuk teknik kultur jaringan dapat dibagi atas lingkungan umum dan lingkungan spesifik. Lingkungan umum adalah ruangan transfer secara keseluruhan, sedangkan lingkungan spesifik adalah lingkungan didalam laminar air flow cabinet dimana proses penanaman eksplan dan prosedur lain seperti isolasi protoplasma dilakukan. 2.2.4.6 Sterilisasi alat-alat dan media Alat-alat yang perlu disterilkan sebelum penanaman adalah: pinset, gunting, gagang scalpel, petridisk, botol-botol kosong, jarum suntik untuk isolasi meristem dan pipet untuk memindahkan suspensi sel. Media dan aquades juga disterilkan dalam autoclave.Untuk aquades sebaiknya dimasukkan dalam wadah kecil misalnya elemeyer 250 ml dengan isi maksimum 100 ml, agar sterilisasi lebih efektif. Untuk media kultur yang tidak mengandung bahan-bahan yang heat-labile, sterilisasi dilakukan dengan autoclave pada suhu 1210C. 2.2.4.7 Sterilisasi bahan tanaman Pada setiap jenis tanaman, ditemukan juga kontaminan yang berasal dari dalam jaringan tanaman, terutama bakteri.Bakteri-bakteri ini sampai sekarang belum diidentifikasi.Kontaminan internal ini sangat sulit diatasi, karena sterilisasi permukaan tidak menyelesaikan masalah.Pada bahan tanaman yang mengandung kontaminan internal, harus diberi perlakuan antibiotik atau fungisida yang sistemik. 2.3 Pembuatan Larutan Stok Media merupakan tempat tumbuhnya tanaman. Semua kebutuhan yang diperlukan oleh tanaman untuk tumbuh dan berkembang harus terkandung dalam media tersebut. Dalam media kultur jaringan (kuljar) telah tersedia unr makro, unsur mikro, vitamin, hormon (zat perangsang tumbuh) dan lain-lain. Formula ini memang memudahkan pekerjaan, tapi untuk suatu penelitian yang memerlukan perubahan komposisi dalam satu atau beberapa komponen, maka pemisahan komponen-komponen penyusun media perlu dilakukan. Secara umum kebutuhan nutrisi setiap tanaman sama, tetapi secara khusus kebutuhanya berbeda. Kesamaanya adalah tanaman memerlukan hara makro dan mikro, vitamin-vitamin, karbohidrat, asam amino dan N-organik, ZPT, zat pemadat dan kadang ada penambahan seperti air kelapa, ekstrak ragi, jus tomat, ekstak kentang, bufer organik maupun arang aktif. Kebutuhan tiap tanaman berbeda pada hal komposisi dan jumlah yang diperlukan. Dalam ilmu kultur jaringan tanaman,dewasa ini ditemukan untuk memperrcepat dalam pembuatan media ini. Oleh karena itu langkah pertama adalah membuat stok dari media terpilih (Akiyoshi DE et al. 1983). Dalam pembuatan media, langkah pertama adalah membuat stok dari media terpilih. Penggunaan larutan stok menghemat pekerjaan menimbang bahan yang berulang–ulang setiap kali membuat media. Selain itu, kadang-kadang timbangan yang dibutuhkan untuk menimbang jumlah kecil tidak tersedia dalam laboratorium. Setiap larutan stok dapat dipergunakan sampai 100 liter media, bahkan larutan stok mikro dapat dipergunakan sampai 100 liter media. Larutan stok dapat disimpan ditempat yang bertemperatur rendah dan gelap. Gambar 1. Larutan stok Pembuatan larutan stok berdasarkan pengelompokan dalam : Stok makro, stok mikro, stok Fe, stok vitamin dan stok hormone terutama bila larutan stok tidak disimpan terlalu lama (segera digunakan habis). Stok hormone dapat disimpan antara 2-4 minggu, sedangkan stok hara dapat disimpan 4-8 minggu. Dengan adanya larutan stok, pembuatan media selanjutnya hanya dengan teknik pengenceran dan pencampuran saja (Akiyoshi DE et al. 1983). Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan larutan stok adalah penyimpanan (daya simpan) larutan. Larutan yang sudah mengalami pengendapan, tidak dapat digunakan lagi. Pengendapan larutan stok umumnya terjadi bila kepekatan dapat dihindari dengan membuat larutan yang tidak terlalu pekat atau tidak menggunakan larutan campuran, yaitu dengan membuat satu larutan stok hanya untuk satu jenis bahan (terutama untuk unsur hara makro). Kondisi simpan juga diperhatikan, karena ada beberapa bahan yang tidak tahan dalam suhu tinggi atau cahaya. Larutan stok kadang-kadang ditumbuhi mikroorganisme. Larutan stok yang terkontaminasi mikroorganisme ini, juga tidak dapat digunakan lagi. Oleh karena itu kondisi simpan harus dijaga kebersihan dan tempat (wadah) larutan harus diusahakan cara-cara pembuatan larutan stok untuk media (Murashige dan Skoog 1962). 2.3.1. Pembuatan Larutan Stok Larutan stok A merupakan larutan hara makro, dibuat 10 kali dilarutkan sampai 1000 ml aquades. Larutan stok B merupakan larutan hara mikro, dibuat 1000 kali dilarutkan dalam 100 ml aquades. Larutan stok C merupakan campuran FeSO4.7H2O dan Na2-EDTA, dibuat 100 kali dan dilarutkan kedalam 200ml aquades. Larutkan stok D merupakan larutan vitamin kecuali mio-inositol, dibuat 100 kali dalam 200 ml aquades. Larutan stok E merupakan larutan mio-inositol , dibuat 100 kali dan dilarutkan ke dalam 100 ml aquades. Larutan stok F merupakan larutan ZPT, dibuat 100 kali dilarutkan kedalam 500 ml aquades. 2.3.2. Pembuatan Media MS Aquades sebanyak 500 ml dipersiapkan di dalam erlenmeyer ukuran 1000 ml. Larutan stok A, B, C, D, E, dan F dimasukkan kedalam erlenmeyer sesuai dengnan yang dibutuhkan. Untuk pembuatan 1 liter medium, maka stok A diambil sebanyak 100 ml, stok B 0,1 ml, stok C 2 ml, stok D 2 ml, stok E 1 ml, dan stok F 5 ml. Semua larutan dicampur sambil digoyangkan wadahnya agar semua bahan kimia tersebut larut. Sukrosa ditimbang sebanyak 30 gr dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer (pada pointa) sambil diaduk sampai homogen. Aquades ditambahkan sampai volumenya 1000 ml. pH larutan diukur dengan menggunakan pH meter elektrik atau kertas lakmus, pH yang diutuhkan sekitar 5,7-5,8. Jika terlalu asam maka larutan ditambahkan KOH atau NaOH 1 M dan jika terlalu basa dapat ditambahkan HCl 1 M. Penambahan bahan tersebut dilakukan hingga pH yang diinginkan tercapai. Agar-agar ditambahkan ke dalam larutan tersebut sebanyak 7 gr, lalu dipanaskan di atas kompor sampai mendidih sambil di aduk-aduk. Medium dituangkan ke dalam botol kultur sekitar 20 ml per botol tergantung ukuran botol. Botol ditutup dengan alumunium foil kemudian direkatkan menggunakan seal. Untuk membuat medium kultur jaringan , biasanya menimbang setiap komponen bahan kimia yang terdapat pada resep medium dasar. Selain itu timbangan yang digunakan untuk menimbang sejumlah kecil bahan kima kadang-kadang tidak tersedia. Kendala ini dapat diatasi dengan membuat larutan stok terlebih dahulu, kecuali untuk unsur makronya. Jadi perlu membuat larutan stok untuk unsur mikro, besi, vitamin, hormon dan mio-inositol. Sedangkan untuk unsure makro, sukrosa dan agar-agar dapat langsung ditimbang sebab ketiga macam komponen kimia ini diperlukan dalam jumlah yang banyak sehingga penimbangan tidak menaglami kesulitan (Hendaryono, 1994). Langkah-langkah pembuatannya adalah sebagai berikut : Menimbang bahan-bahan kimia dengan timbangan analitik Bahan-bahan tersebut dimasukkan satu persatu ke dalam gelas piala 500 ml yang berisi air suling sebanyak 300 ml. setiap kali memasukkan bahan kimia harus segera dilarutkan . kemudian bahan-bahan berikutnya dimasukkan . Bila semua bahan dimasukkan secara bersamaan dapat terjadi endapan. Bila ada bahan yang sukar dilarutkan dapat menggunakan alat magnetic stirrer. Larutan yang sudah jadi ditambah air suling sampai volume menjadi 500 ml Botol-botol tersebut ditutup dengan rapat, kemudian diberi label. 2.4 Pembuatan Media Pembuatan media merupakan bagian yang penting dalam kultur jaringan, dimana media yang kita buat akan menjadi tempat eksplan mengalami pertumbuhan. Saat ini telah banyak dijual secara komersial media racikan atau media instan yang bisa langsung kita pergunakan. Media dalam kultur jaringan dibedakan menjadi dua yaitu media dasar dan media perlakuan. Media dasar mengandung unsur hara (mikro dan makro), sumber energi dan vitamin. Penamaan media dasar biasanya berdasarkan orang yang pertama kali menemukan media tersebut. Beberapa media dasar yang banyak digunakan adalah : Media dasar Murashige and Skoog (1962), White (1934), Vacin and Went (1949), Schenck and Hildenrant (1972), Woody Plant medium (1981) dan lain-lain. Media dasar yang paling banyak digunakan adalah media dasar Murashige and Skoog (MS). Bagi anda yang ingin meracikm sendiri media kultur jaringan maka tahap pertama adalah menyiapkan larutan stok. Larutan stok dapat menghemat pekerjaan kita karena kita tidak perlu menimbang bahan berulang-ulang setiap kali membuat media atau memudahkan saat kita hrus menimbang dalam jumlah yang sangat kecil dan kita tidak memiliki timbangan dengan kapasitas tersebut. Larutan stok yang telah dibuat sebaiknya disimpan di tempat yang bersuhu rendah dan gelap(Akiyoshi DE et al. 1983). Larutan stok dapat dikelompokan menjadi : Stok makro, stok mikro, stok Fe, stok Vitamin, dan stok hormon. Stok vitamin memiliki masa simpan yang paling rendah (digunakan dalam 1-2 minggu), stok hormon bisa disimpan dalam 2-4 minggu dan stok hara dapat disimpan sekitar 4-8 minggu. Dengan adanya larutan stok maka apabila kita ingin membuat media tinggal melakukan pengenceran dan pencampuran saja (Soomro R, 2003). 2.4.1 Stok Hara Makro Stok hara makro berisi senyawa-senyawa sumber unsur hara makro yang dijperlukan dalam jumlah besar. Karena sumber unsur hara makro memiliki jenis anion yang berbeda maka biasanya dibuat larutan stok tunggal. Apabila kita mencampur seluruh larutan maka dikhawatirkan akan terjadi pengendapan. Larutan stok hara makro dibuat beberapa macam dan diberi nama larutan stok A (NH4NO3), B (KNO3, C (CaCl2.2H2O), D (MgSO4.7H20 dan KH2PO4), dan E (FeSO4.7H2O dan Na2EDTA) 2.4.2 Stok Hara Mikro Unsur hara mikro adalah unsur hara yang paling sedikit dibutuhkan oleh eksplan. Biasanya larutan hara mikro dibuat dengan kepekatan 200 kali konsentrasi akhir media dan bahan yang diperlukan masih cukup kecil jumlahnya. Bahan bahan yang digunakan adalah MnSo4.H2O, ZnSO4.7H2O, H3BO3, KI, Na2MoO4.2H2O, C0Cl.6H20, dan CuSO4.5H2O. 2.4.3 Vitamin Larutan stok vitamin dapat dibuat dengan menambahkan Thiamine.HCl, Nicotinic acid, Pyridoxine.HCl, dan Glycine. 2.4.4 Larutan hormon/zat pengatur tumbuh Zat pengatur tumbuh biasanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit, biasanya dalam beberapa penelitian digunakan jumlah berbeda-beda karena sebagian besar peneliti menggunakan zat pengatur tumbuh sebagai perlakuan. Biasanya digunakan auksin (IAA, NAA, IBA, 2-4-D) dan sitokinin. Dalam pembuatan stok hormon perlu diperhatikan bahwa bila zat pengatur tumbuh yang digunakan bereaksi asam seperti auksin dan giberelin maka dapat dilarutkan dengan menambahkan NaOH, alkohol 40% atau melalui pemanasan. Sedangkan apabila kita menggunakan zat pengatur tumbuh yang bereaksi basa seperti golongan sitokinin dapat ditambahkan saat pelarutan dengan menambahkan beberapa tetes HCl 1N atau dengan pemanasan (Akiyoshi DE et al. 1983). Hal-hal yang perlu diperhatikan : 1. Larutan stok unsur hara sebaiknya tidak disimpan lebih dari 2 bulan, stok vitamin dan hormon digunakan sebaiknya sebelum 2 minggu. Oleh karena itu untuk membuat larutan stok harus sesuai dengan jadwal pembuatan media dan tanam eksplan. 2. Larutan stok yang membentuk endapan atau terurai oleh mikroorganisme sebaiknya langsung dibuang. 3. Alat-alat gelas seperti labu ukur, gelas kimia, corong dan lain-lain sebaiknya dibilas terlebih dahulu dengan menggunakan aquades. 2.5 Kultur Meristem Meristem merupakan kumpulan sel-sel yang aktif membelah pada tempat tertentu pada tanaman, dimana sel-sel tersebut akan membentuk sistem jaringan secara permanen seperti akar, tunas, daun, bunga dan lain-lain. Sel-sel jaringan meristem mempunyai kemampuan embrionik yang dapat membelah tanpa batas untuk membentuk jaringan dewasa untuk kemudian menjadi organ-organ tanaman. Bentuk dan ukuran titik tumbuh meristem berbeda antara tanaman yang satu dengan lainnya tergantung kelompok tanaman secara taksonomik. Meristem pada tunas tanaman yang tergolong dikotil mempunyai lapisan sel-sel yang membentuk kubah yang sel-selnya aktif membelah berukuran diameter sekitar 0.1-0.2 mm dan panjang 0.2-0.3 mm. Meristem tidak mempunyai vaskuler yang terhubung dengan jaringan phloem dan xylem pada batang. Dibawah sel meristem terdapat sel-sel yang membelah dan memanjang yang berkembang menjadi primordia daun (Hameed N,2006). Kultur meristem merupakan salah satu metoda dalam teknik kultur jaringan dengan menggunakan eksplan berupa jaringan meristematik baik meristem pucuk terminal atau meristem dari tunas aksilar. Tujuan utama aplikasi kultur meristem adalah mendapatkan dan memperbanyak tanaman yang bebas virus (eliminasi virus dari bahan tanaman). Kultur meristem sebagai metoda untuk perbanyakan tanaman yang bebas virus sudah secara luas diaplikasikan terutama pada tanaman hortikultura. Sel-sel meristem pada umumnya stabil, karena mitosis pada sel-sel meristem terjadi bersama dengan pembelahan sel yang berkesinambungan, sehingga ekstra duplikasi DNA dapat dihindarkan. Hal ini menyebabkan tanaman yang dihasilkan identik dengan tanaman donornya (Gunawan, 1988). Jaringan meristem merupakan jaringan vegetatif sehingga plantlet yang dihasilkannyapun merupakan suatu klon. Oleh karena itu kelompok tanaman yang dihasilkan dari kultur meristem sering disebut mericlone. Morel dan Martin (1952) merupakan orang pertama yang berhasil menumbuhkan meristem tanaman dahlia yang terserang virus dan memperoleh tanaman yang bebas virus. Setelah itu penggunaan kultur meristem terhadap berbagai jenis tanaman banyak dikembangkan. Pada tahun 1960 Morel berhasil memperbanyak tanaman Cymbidium yang bebas virus. Dari hasil perbanyakan kultur meristem anggrek tersebut, Morel menemukan pembentukan kalus terlebih dahulu. Dan dari kalus tersebut kemudian membentuk struktur yang serupa dengan perkembangan awal dari perkecambahan biji anggrek sebelum menjadi tanaman. Struktur tersebut disebut dengan protocorm. Protocorm akan memperbanyak diri menjadi massa protocorm yang baru apabila ditumbuhkan pada media tumbuh yang sama dan akan tumbuh menjadi tanaman lengkap (plantlet) apabila dipindahkan ke media pendewasaan dan perakaran. Berbeda dengan Morel yang telah berhasil mengklonkan tanaman anggrek melalui protocorm, Hussey dan Stacey (1960) memperbanyak tanaman kentang secara massal yang bebas virus melalui subkultur tunas aksiler secara berulang. Eksplan tunas kentang yang sudah bebas virus dijadikan eksplan awal ditumbuhkan pada media perbanyakan yang menghasilkan tunas dengan buku-buku yang mengandung tunas ketiak disetiap bukunya. Tiap bulan dapat dihasilkan rata-rata 3-5 buku. Setiap empat minggu buku-buku tersebut dipotong untuk dikulturkan ke media baru. Setelah empat minggu dipotong-potong lagi. Demikian seterusnya sehingga dalam satu tahun dapat dihasilkan jutaan tanaman. Keberhasilan kultur meristem tergantung pada beberapa faktor, diantaranya media kultur, keadaan fisiologis eksplan dan lingkungan fisik tumbuh. Sering terjadi bahwa jaringan meristem yang ditanam tidak menunjukkan proses morfogenesis, hal ini disebabkan sel-sel dari eksplan tidak mengadakan pembelahan dan berdiferensiasi. Jaringan meristem merupakan jaringan yang sel-selnya aktif membelah, biasanya jaringan ini akan mempunyai daya hidup yang lebih besar dan dapat beregenerasi dengan baik apabila ditanam bersama dengan daun primordianya. Akan tetapi lebih disarankan apabila tujuannya untuk mendapatkan tanaman bebas virus sebaiknya meristem ditanam tanpa disertakan daun primordial (Poehlman, JM, 1995). Perbanyakan tanaman kentang melalui kultur meristem untuk eliminasi virus dapat dicontohkan seperti yang dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang yaitu sebagai berikut:Sebagai sumber eksplan adalah tunas-tunas yang tumbuh dari umbi berukuran 3-5 cm. Titik tumbuh / jaringan meristem yang diambil berukuran 0.25-0.4 mm dengan menggunakan skalpel atau jarum. Pengambilan meristem dilakukan dibawah mikroskop binokuler (pembesaran 25-40 kali) dalam lingkungan steril (dalam laminar airflow). Meristem ditanam secara in vitro pada media dasar MS yang ditambah suplemen sukrosa 30 g/l, myo-inositol 100 mg/l, GA3 0.1-0.25 mg/l, agar 7 g/l, pH 5.6-5.7. Biakan kemudian diinkubasi di ruang kultur dengan suhu 20-22oC, dengan diberi penerangan 1000-2000 lux selama 16 jam per hari. Subkultur dilakukan setelah jaringan meristem tumbuh dan berkembang menjadi plantlet. Pada umumnya jaringan meristem akan tumbuh dan berkembang menjadi plantlet setelah 3-6 bulan stelah tanam. Plantlet kemudian diperbanyak dengan metoda penanaman stek satu buku pada media MS yang diperkaya air kelapa 100 ml/l, gula 30 g/l, GA3 0.15 mg/l, agar 7 g/l, pH 5.7. (Gunawan LW. 1987). Biakan disimpan pada kondisi yang sama dengan kultur meristem. Stek mikro tersebut umumnya dapat diperbanyak kembali setelah berumur 3-5 minggu (Gambar F-6.3). 2.6 Mikroproragasi Kentang Beberapa jenis tanaman dapat dikembangbiakan secara vegetatif dengan menggunakan organ penyimpanan seperti tuber, rhizome, bulbus, dll. Organ-organ penyimpanan ini juga bisa dihasilkan pada tanaman-tanaman yang memang secara alamiah memproduksi organ penyimpanan tersebut. Teknik untuk mendapatkan organ penyimpanan ini sangat bervariasi tergantung pada jenis jaringan yang dikulturkan. Organ penyimpanan mikro ini dapat digunakan sebagai bibit untuk penanaman langsung di lapangan atau ditanam untuk produksi umbi-umbi bibit. Beberapa jenis organ penyimpanan mikro yang telah dikembangkan adalah pembentukan umbi lapis mikro (bulbil) pada amarylis dan lili paris, pembentukan corm mikro (cormlet) pada gladiol, pembentukan protocorm pada anggrek dan pembentukan tuber mikro (tuberlet) pada kentang (Soomro R,2003). 2.6.1 Umbi lapis mikro (bulbil) dan corm mikro (cormlet) Umbi lapis mikro (bulbil/bulblet) dan kormus mikro (cormlet) dapat dirangsang untuk terbentuk secara invitro pada spesies-spesies tanaman yang secara alamiah dapat membentuk bulbus dan corm. Bulbil dapat terbentuk langsung pada kuncup/tunas aksilar dan dapat pula terbentuk pada tunas adventif yang terbentuk dari eksplan daun, ovary, inflorescence, dan diantara lapisan-lapisan daun bulbus. Dominasi tunas-tunas apikal seringkali menghambat terbentuknya tunas-tunas adventif pada potongan eksplan bulbus. Subkultur potongan bulbus tersebut dapat merangsang terbentuknya bulbil atau terbentuknya tunas-tunas adventif dimana bulbil nantinya dapat terbentuk. Propagul yang dihasilkan dan diaklimatisasi dapat berupa plantlet, plantlet yang mengandung bulbil atau dorman bulbil. Contoh tanaman yang menghaslkan bulblet adalah lili, dan bawang-bawangan. Beberapa jenis tanaman monokotil lainnya dapat memproduksi organ penyimpanan mikro pada dasar batangnya (corm), seperti pada gladiol. Cormlet pada gladiol dapat terbentuk langsung pada jaringan eksplan, pada kalus, atau pada plantlet yang telah berakar namun masih dalam botol kultur setelah daun-daunnya mengalami senescence (Soomro,2003). Gambar 2. Bulblet dan Plantlet pada Kultur Invitro Lili dari Potongan Umbi Krek Lili. 2.6.2 Tuber mikro (tuberlet) pada kentang Tanaman-tanaman yang secara alamiah dapat memproduksi tuber dapat juga memproduksi tuber mikro (tuberlet) secara invitro dalam lingkungan kultur yang sesuai. Dalam kultur invitro tuberlet ini dapat terbentuk langsung pada batang plantlet dan tuber muncul pada tunas-tunas aksilar sepanjang tunasnya. Tuber ini biasanya terbentuk pada batang plantlet yang ditanam dalam media yang mengandung sitokinin pada konsentrasi tinggi. Tuber ini biasanya lebih mudah terbentuk pada kondisi gelap dibandingkan dengan penanamannya dalam kondisi terang. Tuber (Gray,2000). BAB III BAHAN DAN METODA 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum ini dilkasanakan pada hari Sabtu, pukul 13:30-sd Mulai dari 01 Oktober – 30 November). Di Labor Kultur Jaringan lantai 3 Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang, 2013. 3.2 Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain adalah: Tabel 1. Alat Gelas Becker/Piala Scalpel Pipet Gunting Timbangan Laminar Air Flow/Enkas Spatula Pinset Indicator Ph/ Lakmus Spatula Sendok Kaca Petridish Panci Bunsen Kompor Rak Kultur Autoklaf Air Conditioner (AC) Botol Kultur Lampu Plastik Dan Karet Tahan Panas Timer Listrik Botol Kultur Termometer Suhu Ruangan Ember Timbangan Gelas Becker/Piala Pengaduk Kaca Pinset Pot Try Tabel 2. Bahan Eksplan Lansek Larutan Stok 1 (Mikro) Larutan Stok 2 (Makro) Larutan Besi Larutan Vitamin 3.3 Cara Kerja 3.3.1 Sterilisasi Alat dan Media Peralatan dan media tanam disteril dengan menggunakan autoklaf, dengan tekanan 15 psi dan suhu 121°C. Untuk alat-alat yang akan digunakan seperti pinset, pisau scalpel, gelas beker, labu ukur, pipet ukur, erlemeyer, pengaduk gelas dan botol kultur, alat-alat tersebut terlebih dahulu disterilisasi dengan autoklaf, saat mencapai suhu 121oC dan tekanan 15 psi (pound per square inch = besarnya tekanan pada bidang seluas 1 inci), dipertahankan selama 20 menit, untuk mematikan mikroorganisme dan kontaminan lain yang kemungkinan berkembang setelah pemakaian sebelumnya sehingga tidak terjadi penyebaran bakteri atau spora jamur ketika pencucian. Selanjutnya peralatan tersebut dicuci menggunakan sunlight dan dibilas hingga bersih, setelah itu dilakukan perendaman menggunakan bayclin 5ml/l air selama 24 jam pada botol kultur dan peralatan kaca. Kemudian dilakukan autoklaf ulang pada botol-botol tersebut dan alat-alat yang telah bersih (alat-alat selain botol kultur terlebih dahulu dibungkus dengan kertas) dengan mempertahankan tekanan 15 psi, pada suhu 121oC selama 20 menit, setelah itu dilanjutkan dengan menyimpan alat-alat tersebut di dalam oven sampai saat akan digunakan. Aquadest yang akan digunakan juga disterilkan menggunakan autoklaf dengan mempertahankan tekanan pada 15 psi, dan suhu 121oC selama 30 menit. Proses sterilisasi aquadest membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan proses autoklaf untuk alat dan media, karena biasanya aquadest disterilkan dalam volume yang besar (500 ml - 1000 ml) maka tekanan 15 psi harus dipertahankan lebih lama. Lantai dan dinding bagian dalam LAFC disterilisasi dengan mengusapkan tissue bersih yang telah dicelupkan pada alkohol 70%, dan selanjutnya di sterilisasi dengan lampu ultraviolet (ger medical UV-lamp) minimal 2 jam sebelum dipakai. 3.3.2 Sterilisasi Bahan Tanam Sebatas sterilisasi permukaan atau desinfestasi (menghilangkan infestasi kontaminan). Bukan disinfeksi (menghilangkan infeksi kontaminan dalam eksplan). Membersihkan debu, cendawan dan bakteri atau kontaminan dari bagian permukaan eksplan. Prosedur sterilisasi bahan tanam yaitu eksplan (biji lansek) dicuci dengan sunlight atau detergen kemudian direndam dalam bacylin 30% selama 30 menit. Setelah itu, siapkan erlenmeyer dan masukan fungisida tambahkan aquades barulah masukkan biji lansek. Biji lansek tersebut dishaker dengan kecepatan 50 – 100 rpm selama 30 menit. Setelah selesai, dicuci bersih dengan aquades dan barulah dimasukkan kedalam bakterisida serta dishaker selama 30 menit jika selesai dicuci bersih dengan aquades juga. 1.3.3 Pembuatan Media 1.3.3.1 Media MS0 Siapkan gelas piala, gelas ukur, botol kultur, aquades, stok I; stok II; stok III dan stok IV MS, karet gelang, plastic. Selanjutnya, timbang myoinositol (100 mg/l), gula atau sukrosa (30 g/l), agar (7 gr/l) dan masukan aquades kira-kira 500 ml, letakkan diatas hotplate magnetic stirrer kemudian masukan larutan stok I, stok II, stok III, dan stok IV. Setelah itu, masukkan myoinositol dan gula (sukrosa) serta NAOH I tetes dan biarkan bercampur dengan larutan stok tadi. Setelah itu diukur pH jika kurang 5,8 tambahkan NAOH 1 – 2 tetes. Selanjutnya tambahkan aquades agar cukup sampai 1 liter dan aduk hingga mengental. 1.3.3.2 Media Perlakuan (B5) Siapkan gelas piala, gelas ukur, botol kultur, aquades, pipet mikro, stok I; stok II; stok III; dan stok IV, BAP (5 ppm) dan NAA (0.5 ppm), karet gelang, plastic. Selanjutnya, timbang myoinositol (100 mg/l), gula atau sukrosa (20 g/l), agar (7 gr/l) dan masukan aquades kira-kira 500 ml letakkan diatas hotplate magnetic stirrer kemudian masukan larutan stok I, stok II, stok III, dan stok IV. Setelah itu, masukkan myoinositol, gula, BAP dan serta NAOH I tetes dan biarkan bercampur dengan larutan stok tadi. Setelah itu, ukur pH jika kurang 5,8 tambahkan NAOH 1 – 2 tetes. Selanjutnya tambahkan aquades agar cukup sampai 1 liter. 1.3.4 Multiplikasi (Penanaman) 3.3.4.1 Penanaman di Media MS0 Penanaman (multiplikasi) dilakukan di dalam ruang Laminar Air Flow Cabinet. Sebelum menanam disiapkan alat dan bahan yang diperlukan seperti bunsen, petridish, aquades, scalpel, gunting, lakban, plastic wrap, alcohol, botol kultur berisi media MS0. Kemudian biji lansek di strerilisasi dengan dicuci dengan sunlight atau detergen kemudian direndam dalam bacylin 30% selama 30 menit. Setelah itu, siapkan erlenmeyer dan masukan fungisida tambahkan aquades barulah masukkan biji lansek. Biji lansek tersebut dishaker dengan kecepatan 50 – 100 rpm selama 30 menit. Setelah selesai, dicuci bersih dengan aquades dan barulah dimasukkan kedalam bakterisida serta dishaker selama 30 menit jika selesai dicuci bersih dengan aquades juga. Setelah selesai baru dibawa ke dalam Laminar Air Flow Cabinet, ketika akan menanam tangan disemprot dengan alcohol untuk mengurangi kontaminan saat menanam media. Selanjutnya diambil botol kultur yang sebelumnya sudah beriskan media MS0 dan botol tersebut disemprot dengan alcohol baru dimasukkan ke dalam LAFC dan biji lansek yang telah disterilkan dibawa kedalam LAFC dan diletakkan di dalam petridish. Setelah itu, botol kultur dibuka dan dikeringkan bagian dalamnya dengan menggunakan bunsen sehingga air yang terdapat di dalam botol kering. Jika air dalam botol sudah kering barulah dimasukkan biji lansek dan ditutup dengan lakban serta bagian tepinya dilapisi dengan plastic wrap. Botol yang telah siap dibawa kedalam ruang inkubasi dan diamati setaip hari untuk melihat perkembangan pertumbuhan biji lansek tersebut. 3.3.4.2 Penanaman di Media Perlakuan (B5) Penanaman di media perlakuan juga dilakukan di dalam ruang LAFC dengan menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan seperti bunsen, petridish, aquades, scalpel, gunting, lakban, plastic wrap, alcohol, botol kultur berisi media B5 dan botol kultur biji lansek media MS0. Setelah itu, mulai dilakukan penanaman akan tetapi sebelumnya tangan disemprot dengan alcohol untuk mengurangi kontaminan saat menanam media. Selanjutnya diambil botol kultur biji lansek media MS0 dan botol tersebut disemprot dengan alcohol baru dimasukkan ke dalam LAFC. Setelah itu, botol kultur biji lansek dibuka dan disayat-sayat bagian batangnya terlebih dahulu dengan menggunaan scalpel barulah diambil bagian daun, batang atau akarnya dan dipotong lalu diletakkan didalam petridish dipotong kecil-kecil dan ditutup. Setelah selesai barulah botol kultur berisi media B5 dibuka dan dikeringkan bagian dalamnya dengan menggunakan bunsen sehingga air yang terdapat di dalam botol kering. Jika air dalam botol sudah kering barulah dimasukkan daun, batang atau akar yang telah dipotong kecil-kecil sebanyak 2 buah dan ditutup dengan lakban serta bagian tepinya dilapisi dengan plastic wrap. Botol yang telah siap dibawa kedalam ruang inkubasi dan diamati setaip hari untuk melihat perkembangan pertumbuhannya. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Media (1) 4.1.2 Media (2) 4.2 Pembahasan Didalam pengamatan praktikum ini dilakukan tiga kali dalam seminggu, Berdasarkan hasil partikum yang telah dilakukan bahwa yang akan di jadikan bahan tanam kali ini adalah biji Lansek yang memang benar-benar masih terbungkus oleh daging buahnya. Tetapi dalam pratikum ini dimana biji lansek tersebut sudah terkelupas dan tidak ada lagi dagingnya, sehingga untuk strelisasinya kita membutuhkan strelisasi bertingkat agar eksplan tersebut bebas dari panyakit, untuk bahan tanam ini kita menanam sebanyak 2 buah biji yakni dengan menempatkanya pada media MSO, pada awal tanam dimana 2 buah biji lansek sudah menunjukan warna yang berbeda yakni satunya berwarna hijau, dan yang satunya berwarna kekuningan pekat, seiring dengan berjalan pratikum ini yakni dengan pengamatan masing-masing biji yang sudah kita tanam, maka terlihat perbedaan antara biji 1 dengan biji 2 dimana untuk biji 1 selalu menampakan perkembangan yakni perubahana warna yang awalnya hijau menjadi hijau kemudaan dan ini menjadi indikator bahwa biji tersebut mampu beradaftasi pada lingkungan tersebut dan sudah mulai terlihat titik tumbuh dan semua itu terlihat 2 minggu setelah tanam, sedangkan biji yang kedua tidak menampakan gejala apa-apa melainkan warna tersebut tambah kuning dan biji sudah terpecah (bukan membelah menjadi dua bagian), pada minggu ke empat dimana untuk masalah media tidak menunjukan kontaminasi, Menurut (Lukman, 2010) Sumber utama kontaminan adalah spora jamur dan bakteri yang membentuk bagian alami dari atmosfer. Dapat diasumsikan bahwa agen kontaminasi ada dimana – mana, misalnya pakaian, kulit, rambut dan nafas si operator, jaringan tanaman, peralatan, bagian luar wadah kultur, permukaan tempat kerja, dan banyak lagi. Udara steril di dalam laminar air flow cabinet memungkinkan kita untuk dengan mudah membuka wadah kultur dan bekerja secara steril, sedangakan pada media ini tidak ada terkontaminasi. Untuk kondisi fisik media kultur jaringan yang dapat di gunakan ada dua jenis yaitu, padat, ,dan cair. Pertumbuhan kalus dan laju pembentukan tunas dapat dipengaruhi oleh keadaan fisik media tersebut. Umumnya media cair digunakan untuk kultur suspense. Akan tetapi,dapat digunakan juga untuk kultur organ dan kultur kalus untuk meningkatkan laju pertumbuhan. Laju pertumbuhan pada media cair dapat lebih tinggi karena permukaan eksplan kontak langsung dengan media, sehingga permukaan penyerapan hara atau zat pengatur tumbuh menjadi lebih luas. Disamping itu,dapat meneliminir terakumulasinya senyawa toksis di sekitar jaringan karena adanya pengocokan. Untuk pengamatan hari selanjutnya terlihat beberapa perubahan pada media satu dan dua yang sudah mengalami perubahan warna yang sangat signifikan pada botol kultur, dimana keadaan biji tersebut sudah terlihat membelah menjadi dua bagian perlu diketahui untuk titik tumbuh pada bini lansek ada yang namanya jaringan nucellus dimana jaringan ini terletak antara dua bagian biji yang membelah disinilah nantinya shoot dan root akan tumbuh, pada minggu kelima sudah sangat jelas dimana biji tersebut sudah membelah (membelah dua bagian) dan terlihat rongga yang cukup besar pada belahan tersebut, sedangkan pada media kedua semakin banyak belahan pada biji tersebut dan warnanya sangat kuning dan tidak ada tanda-tanda root dan shoot akan tumbuh. Pada minggu ketujuh dimana media 1 sudah terlihat bagian yang muncul dari bagian tersebut yakni kalus yang masih dalam bentuk tidak beraturan, sedangkan untuk media 2 juga terlihat perubahan pada bagian bawah biji yang berwarna sedikit kehijaun, maka dapat diartikan bahwa biji tersebut tidak mengalami kemunduran mutu benih melainkan biji tersebut lama GA (giberelin acid) nya aktif, hal ini di karenakan pada kesalahan mulai dari strelisasi bahan tanam sampai kecocokan pada media itu sendiri, lama-kelamaan kedua biji tersebut melihatkan reaksi yang sangat bagus, pada masing biji tersebut sudah terlihat kalus nya, tetapi kedua biji tersebut melihatkan perbedaan antara 1 dengan yang lainya, dimana untuk media 1 pada awal minggu kedelapan sudah terlihat sangat jelas kalusnya dan kalus tersebut sudah mengeluarkan shootnya sedangkan untuk media 2 bijinya sudah mengalami perubahan yakni hijau dan terlihat kalusnya keluar sedikit. Dan akhirnya pada tanggal 22 Nov/13 pada media 1 sudah terlihat shoot yang keluar dari bagian biji tersebut, dan untuk media 2 baru terlihat sedikit saja, seiring dengan berjalannya pengamatan, dan terlihat perkembangan masing eksplan yang sangat bagus untuk media 1 sudah terlihat mini plant yang lengkap dengan shoot root dan 2 lebar daun, dan untuk media ke-2 sudah mengeluarkan shoot. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptic, kultur jaringan memiliki banyak manfaat diantarnya tanaman cepat tumbuh, tidak membutuhkan tempat yang luas, tidak mudah terinfeksi oleh oleh jamur dan bakteri. Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media kultur yang baik seharusnya menyediakan unsur hara baik makro maupun mikro, sumber vitamin dan asam amino, sumber karbohidrat, zat pengatur tumbuh, senyawa organic. Sedangkan Pertumbuhan dan perkembangan eksplan tesebut juga dapat disebabkan oleh umur eksplan. 5.2 Saran Diharapkan kepada pratikan selanjutnya untuk lebih berhati-hati dan lebih serius lagi dalam melakukan pratikum, khususnya pada saat penanaman eksplan agar eksplan yang di tanam tidak terkontaminan sehingga pertumbuhan dan perkembangan eksplan tidak terganggu. DAFTAR PUSTAKA Ali G, Hadi F, Ali Z, Tariq M, Khan MA. 2007.Callus induction and in vitrocomplete plant regeneration of different cultivars of tobacco (Nicotiana tabacumL.). Biotechnol. 6:561-566. Akiyoshi DE et al. 1983. Cytokinin/auxin balance in crown gall tumors is regulated by specific loci in the T-DNA. J. Proc. Natl. Acad. Sci. 80: 407. Allard, R,W,. 2005. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons, New York. Gunawan, L.W. 1995. Teknik Kultur Jaringan In Vitro dalam Hortikultura. Penebar Swadaya: Jakarta. Hameed N, Shabbir A, Ali A, Bajwa R. 2006. In vitro micropropagation of disease free rose (Rosa indica L.). Mycopath 4:35-38. Marlina N. 2004. Teknik modifikasi media Murashige dan Skoog (MS) untuk konservasi in vitro. Buletin Teknik Pertanian 9(1):4-6. Mariska, I., E. Sjamsudin, D. Soepandie, S. Hutami, A. Husni, M. Kosmiatin, A. Vivi. 2004. Peningkatan Ketahanan Tanaman Kedelai terhadap Aluminium Melalui Kultur In Vitro. Jurnal Litbang 23 (2) : 46 Poehlman, J. M. and D. A. Sleper, 1995. Beerding Field Crops. Pamina Publishing Corporation, New Delhi. Sitompul, S.M dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Soomro R, Yasmin S, Aleem R. 2003. In vitro propagation of Rosa indica. Pakistan Journal of Biological Sciences 6(9):826-830. Hussey dan Stacey 1960. Biotechnology in Agriculture. Punjab. Agric .Coordination Board Faisalabad, Pakistan.

Minggu, 10 November 2013

laporan heritabiltas fadil

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam program pemuliaan tanaman, besarnya keragaman genotip dalam suatu populasi merupakan hal yang sangat penting. Keragaman genotip mencerminkan besarnya potensi suatu populasi tanaman untuk menerima perbaikan. Populasi dengan keragaman genotip rendah mencirikan bahwa anggota populasi tersebut secara genetis relatif homogeny sehingga seleksi untuk mendapatkan tanaman unggul akan sulit dilakukan. Untuk dapat menentukan besarnya keragaman genotip suatu populasi perlu diketahui komponen – komponen yang menyusun keragaman individu tanaman penyusun populasi. Keragaman yang dapat diamati pada suatu tanaman individu tanaman merupakan perwujudan dari factor genetis yag menjadi ciri bawaan dari tanaman tersebut (genotip) dan factor lingkungan yang menjadi tempat tumbuhnya. Secara sederhana hubungan tersebut dapat dilambangkan sebagai berikut : 2 P = G + E Dimana P adalah keragaman yang dapat diamati (fenotipe), G adalah ciri genetis tanaman (genotipe) dan Enviroment adalah lingkungan. Oleh karena hanya P yang dapat diukur secara langsung, maka untuk mengetahui besarnya G dan Enviroment diperlukan penguraian. Penguraian fenotipe menjadi komponen G dan E, diperlukan penguraian. Penguraian fenotip menjadi G dan E tidak mungkin dilakukan berdasarkan pengamatan langsung individu tanaman, karena G maupun E tidak dapat diamati secara langsung. Karena itu penguraian perlu dilakukan berdasarkan populasi tanaman dan hubungan diatas menjadi : 3 2 P = 2 G + 2 E Dimana 2 P adalah keragaman fenotip, 2 G adalah keragaman genotip dan 2 E adalah keragaman lingkungan. Jika populasi tanaman tersebut ditumbuhkan pada kondisi lingkungan yang homogen, maka pengaruh lingkungan akan sama pada seluruh anggota populasi . dengan demikian jika terdapat keragaman dalam populasi maka keragaman tersebut jelas karena perbedaan ciri genetis dari anggota penyusun populasi. Dengan kata lain jika 2 E = 0, maka 2 P = 2 G. dalam kenyataan, untuk mendapatkan kondisi lingkungan yang benar – benar homogen bukan merupakan hal yang mudah. Diperlukan teknik analisis untuk dapat mengurai keragaman fenotip menjadi komponen – komponen yang diperlukan. Teknik analisis yang paling banyak digunakan untuk tujuan pemuliaan tanaman atau tujuan diatas adalah teknik analisis varians yang diikuti dengan penguraian komponen varians. Berdasarkan analisis varians tersebut dapat diketahui besar dan kebermaknaan genotipe, namun belum diketahui besarnya sumbangan keragaman genotipe tersebut terhadap keragaman fenotipenya. Oleh karena itu, ada satu parameter genetis yang masih perlu ditaksir, yaitu heretabilitas ( H2 ) atau daya waris (dalam hal ini adalah heretabilitas dalam arti luas). Heretabilitas merupakan nilai relatif yang menunjukkan besarnya sumbangan keragaman genotipe dan dapat dinyatakan sebagai berikut : 4 x 100 % Nilai H2 menunjukkan besarnya potensi dari populasi untuk menerima perbaikan, memiliki nilai antara 0 dan 1. Jika H2 = 1, menunjukkan keragaman fenotipe seluruhnya timbul karena adanya perbedaan genotipe, sebaiknya jika H2 = 0 berarti keragaman fenotipe seluruhnya timbul karena pengaruh lingkungan yang beragam. Kriteria heretabilitas adalah 0 – 20 % (rendah) ; 20 – 50 % (sedang) ; > 50 (tinggi). I.2 tujuan Menghitung heritabilitas dalam arti luas dari analisis komponen ragam baik yang berasal dari satu lokasi maupun multilokasi. Menghitung heritabilitas dalam arti sempit dari analisis komponen ragam baik yang diperoleh dari analisis dialel BAB II TINJAUAN PUSTAKA Heritabilitas atau daya waris adalah warisan bagi pengaruh keragaman genetik terhadap keragaman genetika terhadap keragaman fenotipik dalam suatu populasi biologis. Besaran ini tidak berdimensi dan dinyatakan sebagai nisbah (rasio) dari dua varian (ragam). Dalam praktik genetika terapan dikenal dua macam heritabilitas : heritabilitas arti luas, berupa nisbah varian genotipik terhadap varian fenotipik, dan heritabiltas arti sempit, berupa nisbah varian genetik aditif terhadap varian fenotipik (Anonim, 2011). Heritabilitas adalah angka keturunan yaitu seberapa besar tetua dapat menurunkan gennya kepada keturunannya yang mempunyai kesamaan sifat. Menurut Warwick heritabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan bagian dari keragaman total (yang diukur dengan ragam) dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik. Terhadap dua pengertian heritabilitas yaitu dalam arti luas dan arti sempit, akan tetapi yang digunakan secara umum adalah hertabilitas dalam arti sempit (Anonim, 2012). Menurut Anonim (2012), ada beberapa cara utama dalam prinsip dasar dalam menduga nilai heritabilitas: 1. Estimasi nilai heritabilitas dapat dianalisis dari ragam suatu populasi yang isogen (ragam yang sama), dibandingkan dengan ragam populasi umum. 2. Melalui seleksi dalam populasi bila dilakukan suatu seleksi maka frekuensi gennya akan berubah dan perubahan frekuensi gen inilah yang diduga sebagai kemampuan genetik yang diperoleh dari tetuanya. 3. Melalui perhitungan kolerasi dan regresi dari induk atau orang tua dengan anaknnya. Cara ini merupakan cara yang paling akurat, karena dianalisis berdasarkan kekerabatannya secara genetik. Heritabilitas merupakan suatu tolok ukur yang digunakan dalam suatu seleksi, yaitu untuk mengetahui kemampuan tetua dalam menurunkan kesamaan sifat kepada keturunnya. Menurut Warwick dkk (1983) heritabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan bagian dari keragaman total (yang diukur dengan ragam) dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik. Secara statistik merupakan reaksi observased fenotipik varian, yang disebabkan perbedaan hereditas diantara gendan kombinasi gen genotip individu-individu. Ada dua pengertian heritabilitas yaitu dalam arti luas dan arti sempit, akan tetapi yang digunakan secara umum adalah heritabilitas dalam arti sempit (Anonim, 2012). Heritabilitas mengukur keragaman total pada fenotipik yang disebabkan oleh keragaman aditif. h2 mengukur kepentingan relatif antara pengaruh genetik dan lingkungan untuk suatu sifat pada suatu populasi. h2 sebagai ukuran yang menunjukkan tingkat kesamaan penampilan antara anak-anak dengan tetuanya. Suatu sifat dikatakan mempunyai nilai heritabilitas tinggi bila tanaman dalam suatu populasi mempunyai penampilan yang baik untuk sifat tersebut cendrung menghasilkan keturunan dengan penampilan yang baik pula. Secara sederhana heritabilitas berhubungan dengan proporsi keragaman fenotipik yang dikontrol oleh gen. proporsi ini dapat diwariskan pada generasi selanjutnya (Noorhen, 1995). Heritabilitas (h2) dalam arti luas ini menjadi rasio antara keragaman genetik dengan keragaman fenotipik. Heritabilitas dalam arti luas ini melibatkan pengaruh gen yang aditif dan yang non-aditif . h2 = Para ahli genetika menyatakan proporsi perbedaan dalam ciri individual, yang ditentukan oleh faktor-faktor yang diwariskan , sebagai faktor heritabilitas. Untuk mengukur hertabilitas, hanya ada pendekatan matematis saja, dan hal ini ada di luar lingkup pembahasan. Hanya sedikit ahli genetika percaya bahwa kita mempunyai cukup cara untuk membedakan heritabilitas intelegensi dan periku pada manusia. Ragam genetik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya introduksi bangsa ternak yang baru ke dalam kelompok ternak asli dapat meningkatkan ragam genetik, bila terjadi perkawinan di antara kedua bangsa ternak tersebut. Selain itu, efek seleksi dalam satu kelompok ternak pada sejumlah generasi dapat menurunkan ragam genetik. Penggunaan metode inbreeding dalam sistem perkawinan dapat menurunkan ragam genetik (Rusfidra, 2012). Kolerasi genetik adalah kolerasi dari pengaruh genetik aditif atau nilai pemuliaan antara kedua sifat itu. Kolerasi dapat dikatakan jika gen-gen yang mempengaruhi sifat pertama juga mempengaruhi sifat kedua. Kolerasi lingkungan termasuk pengaruh lingkungan dan pengaruh genetik yang bukan aditif. sifat-sifat kolerasi genetik biasanya digunakan untuk memperkirakan besarnya perubahan-perubahan dalam generasi berikutnya apabila digunakan sebagai kriteria seleksi. Kolerasi dibedakan menjadi kolerasi genetik, kolerasi fenotip dan dan kolerasi lingkungan. Kolerasi genetik terjadi apabila gen yang sama mempengaruhi ekspresi(Pai,1985). BAB III METODA 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum ini dilkasanakan pada hari jum’at, 25 Oktober 2013 pukul 08:30-sd di BDP lantai 3 Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang. 3.2 Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain kalkulator, alat tulis lainya dan data: 1. Data pengukuran Diameter tanaman jati yang telah di sediakan 3.3 Cara Kerja Cara kerja pada praktikum ini dengan cara menghitung data yang telah ada. Dengan mengunakan perhitungan ANOVA. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Tabel 1. Pengukuran diameter jati No A B C D Total 1 15,9 15,9 17,3 8,2 57,3 2 19,9 21,3 21,9 8,3 71,4 3 14,8 8,6 7,8 6,1 37,3 4 15,5 10,2 6,6 4,4 36,7 Total 66,1 56 53,6 27 202,7 Tabel 2. Tabel sidik ragam Sumber keragaman db jk kt Uji nyata E (KT) h2 kriteria Blok 3 208,83 69,61 7,83 Varietas 3 211,9 70,63 7,92 23,54 69 % Tinggi Sisa 9 79,92 8,9 8,9 Total 15 500,65 149,12 15,75 1,97 FKT : 2567,96 JKT : 500,65 JKV : 211,9 JKB : 208,83 JKS : 79,92 KTB : 69,61 KTV : 70,63 KTS : 8,9 KTT : 149,12 4.2 Pembahasan Berdasarkan hasil yang telah didapatkan pada pratikum kali ini bahwa nilai heritabilitasnya didapatkan 69% maka hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan dari suatu tetua untuk mewariskan karakter tertentu kepada anakanya sangat tinggi. Bisa jadi faktor genetik yang sangat memepengaruhinya dan hanya sedikit faktor lingkungnya, semakin tinggi faktor genetik yang berperan terhadap suatu karakter maka semakin besar pula peluang karakter tersebut diwariskan kepada anakanya. Didalam ilmu pemulian nilai heritabilitas ini sangat menetukan laju dari suatu seleksi apabila seleksi tersebut dilaksanakan dan ternyata nilai heritabilitasnya tinggi, maka dapat dikatakan bahwan seleksi tersebut berhasil dilakukan dan mendapatkan varietas yang memang sesuai dengan si pemulia tersebut. Secara sederhana heritabilitas berhubungan dengan proporsi keragaman fenotipik yang dikontrol oleh gen. karena keragaman fenotipik merupakan hasil dari interaksi antara ragam genetik dan lingkungan. Keragaman genotip yang rendah mencirikan bahwa anggota populasi tersebut secara genetis relatif homogen sehingga seleksi yang dilakukan untuk mendapatkan tanaman unggul akan sulit dilakukan. Untuk dapat menentukan besarnya keragaman genotip suatu populasi perlu diketahui komponen – komponen yang menyusun keragaman individu tanaman penyusun populasi. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa nilai heritabilitasyang tinggi meruapakan parameter kita bahwa keragaman genetiklah yang banyak berperan dibandingkan dengan ragam lingkungan, nilai heritabilitas juga dapat mengetahui besar kecilnya kemampuan pewarisan sifat tetua kepada anakanya. 5.2 Saran Untuk praktikum selanjutnya diharapkan lebih efektif dan efisien. DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2013. Laporan praktikum heritabilitas. ITB. Noorhen, 1995. Heritability of crof improvement. Chapman, longwes. Rusfidra, 2012. Perhitungan nilai heritabilitas ST 1. IPB Press Bogor. Lampiran Perhitungan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam program pemuliaan tanaman, besarnya keragaman genotip dalam suatu populasi merupakan hal yang sangat penting. Keragaman genotip mencerminkan besarnya potensi suatu populasi tanaman untuk menerima perbaikan. Populasi dengan keragaman genotip rendah mencirikan bahwa anggota populasi tersebut secara genetis relatif homogeny sehingga seleksi untuk mendapatkan tanaman unggul akan sulit dilakukan. Untuk dapat menentukan besarnya keragaman genotip suatu populasi perlu diketahui komponen – komponen yang menyusun keragaman individu tanaman penyusun populasi. Keragaman yang dapat diamati pada suatu tanaman individu tanaman merupakan perwujudan dari factor genetis yag menjadi ciri bawaan dari tanaman tersebut (genotip) dan factor lingkungan yang menjadi tempat tumbuhnya. Secara sederhana hubungan tersebut dapat dilambangkan sebagai berikut : 2 P = G + E Dimana P adalah keragaman yang dapat diamati (fenotipe), G adalah ciri genetis tanaman (genotipe) dan Enviroment adalah lingkungan. Oleh karena hanya P yang dapat diukur secara langsung, maka untuk mengetahui besarnya G dan Enviroment diperlukan penguraian. Penguraian fenotipe menjadi komponen G dan E, diperlukan penguraian. Penguraian fenotip menjadi G dan E tidak mungkin dilakukan berdasarkan pengamatan langsung individu tanaman, karena G maupun E tidak dapat diamati secara langsung. Karena itu penguraian perlu dilakukan berdasarkan populasi tanaman dan hubungan diatas menjadi : 3 2 P = 2 G + 2 E Dimana 2 P adalah keragaman fenotip, 2 G adalah keragaman genotip dan 2 E adalah keragaman lingkungan. Jika populasi tanaman tersebut ditumbuhkan pada kondisi lingkungan yang homogen, maka pengaruh lingkungan akan sama pada seluruh anggota populasi . dengan demikian jika terdapat keragaman dalam populasi maka keragaman tersebut jelas karena perbedaan ciri genetis dari anggota penyusun populasi. Dengan kata lain jika 2 E = 0, maka 2 P = 2 G. dalam kenyataan, untuk mendapatkan kondisi lingkungan yang benar – benar homogen bukan merupakan hal yang mudah. Diperlukan teknik analisis untuk dapat mengurai keragaman fenotip menjadi komponen – komponen yang diperlukan. Teknik analisis yang paling banyak digunakan untuk tujuan pemuliaan tanaman atau tujuan diatas adalah teknik analisis varians yang diikuti dengan penguraian komponen varians. Berdasarkan analisis varians tersebut dapat diketahui besar dan kebermaknaan genotipe, namun belum diketahui besarnya sumbangan keragaman genotipe tersebut terhadap keragaman fenotipenya. Oleh karena itu, ada satu parameter genetis yang masih perlu ditaksir, yaitu heretabilitas ( H2 ) atau daya waris (dalam hal ini adalah heretabilitas dalam arti luas). Heretabilitas merupakan nilai relatif yang menunjukkan besarnya sumbangan keragaman genotipe dan dapat dinyatakan sebagai berikut : 4 x 100 % Nilai H2 menunjukkan besarnya potensi dari populasi untuk menerima perbaikan, memiliki nilai antara 0 dan 1. Jika H2 = 1, menunjukkan keragaman fenotipe seluruhnya timbul karena adanya perbedaan genotipe, sebaiknya jika H2 = 0 berarti keragaman fenotipe seluruhnya timbul karena pengaruh lingkungan yang beragam. Kriteria heretabilitas adalah 0 – 20 % (rendah) ; 20 – 50 % (sedang) ; > 50 (tinggi). I.2 tujuan Menghitung heritabilitas dalam arti luas dari analisis komponen ragam baik yang berasal dari satu lokasi maupun multilokasi. Menghitung heritabilitas dalam arti sempit dari analisis komponen ragam baik yang diperoleh dari analisis dialel BAB II TINJAUAN PUSTAKA Heritabilitas atau daya waris adalah warisan bagi pengaruh keragaman genetik terhadap keragaman genetika terhadap keragaman fenotipik dalam suatu populasi biologis. Besaran ini tidak berdimensi dan dinyatakan sebagai nisbah (rasio) dari dua varian (ragam). Dalam praktik genetika terapan dikenal dua macam heritabilitas : heritabilitas arti luas, berupa nisbah varian genotipik terhadap varian fenotipik, dan heritabiltas arti sempit, berupa nisbah varian genetik aditif terhadap varian fenotipik (Anonim, 2011). Heritabilitas adalah angka keturunan yaitu seberapa besar tetua dapat menurunkan gennya kepada keturunannya yang mempunyai kesamaan sifat. Menurut Warwick heritabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan bagian dari keragaman total (yang diukur dengan ragam) dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik. Terhadap dua pengertian heritabilitas yaitu dalam arti luas dan arti sempit, akan tetapi yang digunakan secara umum adalah hertabilitas dalam arti sempit (Anonim, 2012). Menurut Anonim (2012), ada beberapa cara utama dalam prinsip dasar dalam menduga nilai heritabilitas: 1. Estimasi nilai heritabilitas dapat dianalisis dari ragam suatu populasi yang isogen (ragam yang sama), dibandingkan dengan ragam populasi umum. 2. Melalui seleksi dalam populasi bila dilakukan suatu seleksi maka frekuensi gennya akan berubah dan perubahan frekuensi gen inilah yang diduga sebagai kemampuan genetik yang diperoleh dari tetuanya. 3. Melalui perhitungan kolerasi dan regresi dari induk atau orang tua dengan anaknnya. Cara ini merupakan cara yang paling akurat, karena dianalisis berdasarkan kekerabatannya secara genetik. Heritabilitas merupakan suatu tolok ukur yang digunakan dalam suatu seleksi, yaitu untuk mengetahui kemampuan tetua dalam menurunkan kesamaan sifat kepada keturunnya. Menurut Warwick dkk (1983) heritabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan bagian dari keragaman total (yang diukur dengan ragam) dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik. Secara statistik merupakan reaksi observased fenotipik varian, yang disebabkan perbedaan hereditas diantara gendan kombinasi gen genotip individu-individu. Ada dua pengertian heritabilitas yaitu dalam arti luas dan arti sempit, akan tetapi yang digunakan secara umum adalah heritabilitas dalam arti sempit (Anonim, 2012). Heritabilitas mengukur keragaman total pada fenotipik yang disebabkan oleh keragaman aditif. h2 mengukur kepentingan relatif antara pengaruh genetik dan lingkungan untuk suatu sifat pada suatu populasi. h2 sebagai ukuran yang menunjukkan tingkat kesamaan penampilan antara anak-anak dengan tetuanya. Suatu sifat dikatakan mempunyai nilai heritabilitas tinggi bila tanaman dalam suatu populasi mempunyai penampilan yang baik untuk sifat tersebut cendrung menghasilkan keturunan dengan penampilan yang baik pula. Secara sederhana heritabilitas berhubungan dengan proporsi keragaman fenotipik yang dikontrol oleh gen. proporsi ini dapat diwariskan pada generasi selanjutnya (Noorhen, 1995). Heritabilitas (h2) dalam arti luas ini menjadi rasio antara keragaman genetik dengan keragaman fenotipik. Heritabilitas dalam arti luas ini melibatkan pengaruh gen yang aditif dan yang non-aditif . h2 = Para ahli genetika menyatakan proporsi perbedaan dalam ciri individual, yang ditentukan oleh faktor-faktor yang diwariskan , sebagai faktor heritabilitas. Untuk mengukur hertabilitas, hanya ada pendekatan matematis saja, dan hal ini ada di luar lingkup pembahasan. Hanya sedikit ahli genetika percaya bahwa kita mempunyai cukup cara untuk membedakan heritabilitas intelegensi dan periku pada manusia. Ragam genetik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya introduksi bangsa ternak yang baru ke dalam kelompok ternak asli dapat meningkatkan ragam genetik, bila terjadi perkawinan di antara kedua bangsa ternak tersebut. Selain itu, efek seleksi dalam satu kelompok ternak pada sejumlah generasi dapat menurunkan ragam genetik. Penggunaan metode inbreeding dalam sistem perkawinan dapat menurunkan ragam genetik (Rusfidra, 2012). Kolerasi genetik adalah kolerasi dari pengaruh genetik aditif atau nilai pemuliaan antara kedua sifat itu. Kolerasi dapat dikatakan jika gen-gen yang mempengaruhi sifat pertama juga mempengaruhi sifat kedua. Kolerasi lingkungan termasuk pengaruh lingkungan dan pengaruh genetik yang bukan aditif. sifat-sifat kolerasi genetik biasanya digunakan untuk memperkirakan besarnya perubahan-perubahan dalam generasi berikutnya apabila digunakan sebagai kriteria seleksi. Kolerasi dibedakan menjadi kolerasi genetik, kolerasi fenotip dan dan kolerasi lingkungan. Kolerasi genetik terjadi apabila gen yang sama mempengaruhi ekspresi(Pai,1985). BAB III METODA 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum ini dilkasanakan pada hari jum’at, 25 Oktober 2013 pukul 08:30-sd di BDP lantai 3 Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang. 3.2 Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain kalkulator, alat tulis lainya dan data: 1. Data pengukuran Diameter tanaman jati yang telah di sediakan 3.3 Cara Kerja Cara kerja pada praktikum ini dengan cara menghitung data yang telah ada. Dengan mengunakan perhitungan ANOVA. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Tabel 1. Pengukuran diameter jati No A B C D Total 1 15,9 15,9 17,3 8,2 57,3 2 19,9 21,3 21,9 8,3 71,4 3 14,8 8,6 7,8 6,1 37,3 4 15,5 10,2 6,6 4,4 36,7 Total 66,1 56 53,6 27 202,7 Tabel 2. Tabel sidik ragam Sumber keragaman db jk kt Uji nyata E (KT) h2 kriteria Blok 3 208,83 69,61 7,83 Varietas 3 211,9 70,63 7,92 23,54 69 % Tinggi Sisa 9 79,92 8,9 8,9 Total 15 500,65 149,12 15,75 1,97 FKT : 2567,96 JKT : 500,65 JKV : 211,9 JKB : 208,83 JKS : 79,92 KTB : 69,61 KTV : 70,63 KTS : 8,9 KTT : 149,12 4.2 Pembahasan Berdasarkan hasil yang telah didapatkan pada pratikum kali ini bahwa nilai heritabilitasnya didapatkan 69% maka hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan dari suatu tetua untuk mewariskan karakter tertentu kepada anakanya sangat tinggi. Bisa jadi faktor genetik yang sangat memepengaruhinya dan hanya sedikit faktor lingkungnya, semakin tinggi faktor genetik yang berperan terhadap suatu karakter maka semakin besar pula peluang karakter tersebut diwariskan kepada anakanya. Didalam ilmu pemulian nilai heritabilitas ini sangat menetukan laju dari suatu seleksi apabila seleksi tersebut dilaksanakan dan ternyata nilai heritabilitasnya tinggi, maka dapat dikatakan bahwan seleksi tersebut berhasil dilakukan dan mendapatkan varietas yang memang sesuai dengan si pemulia tersebut. Secara sederhana heritabilitas berhubungan dengan proporsi keragaman fenotipik yang dikontrol oleh gen. karena keragaman fenotipik merupakan hasil dari interaksi antara ragam genetik dan lingkungan. Keragaman genotip yang rendah mencirikan bahwa anggota populasi tersebut secara genetis relatif homogen sehingga seleksi yang dilakukan untuk mendapatkan tanaman unggul akan sulit dilakukan. Untuk dapat menentukan besarnya keragaman genotip suatu populasi perlu diketahui komponen – komponen yang menyusun keragaman individu tanaman penyusun populasi. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa nilai heritabilitasyang tinggi meruapakan parameter kita bahwa keragaman genetiklah yang banyak berperan dibandingkan dengan ragam lingkungan, nilai heritabilitas juga dapat mengetahui besar kecilnya kemampuan pewarisan sifat tetua kepada anakanya. 5.2 Saran Untuk praktikum selanjutnya diharapkan lebih efektif dan efisien. DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2013. Laporan praktikum heritabilitas. ITB. Noorhen, 1995. Heritability of crof improvement. Chapman, longwes. Rusfidra, 2012. Perhitungan nilai heritabilitas ST 1. IPB Press Bogor. Lampiran Perhitungan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam program pemuliaan tanaman, besarnya keragaman genotip dalam suatu populasi merupakan hal yang sangat penting. Keragaman genotip mencerminkan besarnya potensi suatu populasi tanaman untuk menerima perbaikan. Populasi dengan keragaman genotip rendah mencirikan bahwa anggota populasi tersebut secara genetis relatif homogeny sehingga seleksi untuk mendapatkan tanaman unggul akan sulit dilakukan. Untuk dapat menentukan besarnya keragaman genotip suatu populasi perlu diketahui komponen – komponen yang menyusun keragaman individu tanaman penyusun populasi. Keragaman yang dapat diamati pada suatu tanaman individu tanaman merupakan perwujudan dari factor genetis yag menjadi ciri bawaan dari tanaman tersebut (genotip) dan factor lingkungan yang menjadi tempat tumbuhnya. Secara sederhana hubungan tersebut dapat dilambangkan sebagai berikut : 2 P = G + E Dimana P adalah keragaman yang dapat diamati (fenotipe), G adalah ciri genetis tanaman (genotipe) dan Enviroment adalah lingkungan. Oleh karena hanya P yang dapat diukur secara langsung, maka untuk mengetahui besarnya G dan Enviroment diperlukan penguraian. Penguraian fenotipe menjadi komponen G dan E, diperlukan penguraian. Penguraian fenotip menjadi G dan E tidak mungkin dilakukan berdasarkan pengamatan langsung individu tanaman, karena G maupun E tidak dapat diamati secara langsung. Karena itu penguraian perlu dilakukan berdasarkan populasi tanaman dan hubungan diatas menjadi : 3 2 P = 2 G + 2 E Dimana 2 P adalah keragaman fenotip, 2 G adalah keragaman genotip dan 2 E adalah keragaman lingkungan. Jika populasi tanaman tersebut ditumbuhkan pada kondisi lingkungan yang homogen, maka pengaruh lingkungan akan sama pada seluruh anggota populasi . dengan demikian jika terdapat keragaman dalam populasi maka keragaman tersebut jelas karena perbedaan ciri genetis dari anggota penyusun populasi. Dengan kata lain jika 2 E = 0, maka 2 P = 2 G. dalam kenyataan, untuk mendapatkan kondisi lingkungan yang benar – benar homogen bukan merupakan hal yang mudah. Diperlukan teknik analisis untuk dapat mengurai keragaman fenotip menjadi komponen – komponen yang diperlukan. Teknik analisis yang paling banyak digunakan untuk tujuan pemuliaan tanaman atau tujuan diatas adalah teknik analisis varians yang diikuti dengan penguraian komponen varians. Berdasarkan analisis varians tersebut dapat diketahui besar dan kebermaknaan genotipe, namun belum diketahui besarnya sumbangan keragaman genotipe tersebut terhadap keragaman fenotipenya. Oleh karena itu, ada satu parameter genetis yang masih perlu ditaksir, yaitu heretabilitas ( H2 ) atau daya waris (dalam hal ini adalah heretabilitas dalam arti luas). Heretabilitas merupakan nilai relatif yang menunjukkan besarnya sumbangan keragaman genotipe dan dapat dinyatakan sebagai berikut : 4 x 100 % Nilai H2 menunjukkan besarnya potensi dari populasi untuk menerima perbaikan, memiliki nilai antara 0 dan 1. Jika H2 = 1, menunjukkan keragaman fenotipe seluruhnya timbul karena adanya perbedaan genotipe, sebaiknya jika H2 = 0 berarti keragaman fenotipe seluruhnya timbul karena pengaruh lingkungan yang beragam. Kriteria heretabilitas adalah 0 – 20 % (rendah) ; 20 – 50 % (sedang) ; > 50 (tinggi). I.2 tujuan Menghitung heritabilitas dalam arti luas dari analisis komponen ragam baik yang berasal dari satu lokasi maupun multilokasi. Menghitung heritabilitas dalam arti sempit dari analisis komponen ragam baik yang diperoleh dari analisis dialel BAB II TINJAUAN PUSTAKA Heritabilitas atau daya waris adalah warisan bagi pengaruh keragaman genetik terhadap keragaman genetika terhadap keragaman fenotipik dalam suatu populasi biologis. Besaran ini tidak berdimensi dan dinyatakan sebagai nisbah (rasio) dari dua varian (ragam). Dalam praktik genetika terapan dikenal dua macam heritabilitas : heritabilitas arti luas, berupa nisbah varian genotipik terhadap varian fenotipik, dan heritabiltas arti sempit, berupa nisbah varian genetik aditif terhadap varian fenotipik (Anonim, 2011). Heritabilitas adalah angka keturunan yaitu seberapa besar tetua dapat menurunkan gennya kepada keturunannya yang mempunyai kesamaan sifat. Menurut Warwick heritabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan bagian dari keragaman total (yang diukur dengan ragam) dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik. Terhadap dua pengertian heritabilitas yaitu dalam arti luas dan arti sempit, akan tetapi yang digunakan secara umum adalah hertabilitas dalam arti sempit (Anonim, 2012). Menurut Anonim (2012), ada beberapa cara utama dalam prinsip dasar dalam menduga nilai heritabilitas: 1. Estimasi nilai heritabilitas dapat dianalisis dari ragam suatu populasi yang isogen (ragam yang sama), dibandingkan dengan ragam populasi umum. 2. Melalui seleksi dalam populasi bila dilakukan suatu seleksi maka frekuensi gennya akan berubah dan perubahan frekuensi gen inilah yang diduga sebagai kemampuan genetik yang diperoleh dari tetuanya. 3. Melalui perhitungan kolerasi dan regresi dari induk atau orang tua dengan anaknnya. Cara ini merupakan cara yang paling akurat, karena dianalisis berdasarkan kekerabatannya secara genetik. Heritabilitas merupakan suatu tolok ukur yang digunakan dalam suatu seleksi, yaitu untuk mengetahui kemampuan tetua dalam menurunkan kesamaan sifat kepada keturunnya. Menurut Warwick dkk (1983) heritabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan bagian dari keragaman total (yang diukur dengan ragam) dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik. Secara statistik merupakan reaksi observased fenotipik varian, yang disebabkan perbedaan hereditas diantara gendan kombinasi gen genotip individu-individu. Ada dua pengertian heritabilitas yaitu dalam arti luas dan arti sempit, akan tetapi yang digunakan secara umum adalah heritabilitas dalam arti sempit (Anonim, 2012). Heritabilitas mengukur keragaman total pada fenotipik yang disebabkan oleh keragaman aditif. h2 mengukur kepentingan relatif antara pengaruh genetik dan lingkungan untuk suatu sifat pada suatu populasi. h2 sebagai ukuran yang menunjukkan tingkat kesamaan penampilan antara anak-anak dengan tetuanya. Suatu sifat dikatakan mempunyai nilai heritabilitas tinggi bila tanaman dalam suatu populasi mempunyai penampilan yang baik untuk sifat tersebut cendrung menghasilkan keturunan dengan penampilan yang baik pula. Secara sederhana heritabilitas berhubungan dengan proporsi keragaman fenotipik yang dikontrol oleh gen. proporsi ini dapat diwariskan pada generasi selanjutnya (Noorhen, 1995). Heritabilitas (h2) dalam arti luas ini menjadi rasio antara keragaman genetik dengan keragaman fenotipik. Heritabilitas dalam arti luas ini melibatkan pengaruh gen yang aditif dan yang non-aditif . h2 = Para ahli genetika menyatakan proporsi perbedaan dalam ciri individual, yang ditentukan oleh faktor-faktor yang diwariskan , sebagai faktor heritabilitas. Untuk mengukur hertabilitas, hanya ada pendekatan matematis saja, dan hal ini ada di luar lingkup pembahasan. Hanya sedikit ahli genetika percaya bahwa kita mempunyai cukup cara untuk membedakan heritabilitas intelegensi dan periku pada manusia. Ragam genetik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya introduksi bangsa ternak yang baru ke dalam kelompok ternak asli dapat meningkatkan ragam genetik, bila terjadi perkawinan di antara kedua bangsa ternak tersebut. Selain itu, efek seleksi dalam satu kelompok ternak pada sejumlah generasi dapat menurunkan ragam genetik. Penggunaan metode inbreeding dalam sistem perkawinan dapat menurunkan ragam genetik (Rusfidra, 2012). Kolerasi genetik adalah kolerasi dari pengaruh genetik aditif atau nilai pemuliaan antara kedua sifat itu. Kolerasi dapat dikatakan jika gen-gen yang mempengaruhi sifat pertama juga mempengaruhi sifat kedua. Kolerasi lingkungan termasuk pengaruh lingkungan dan pengaruh genetik yang bukan aditif. sifat-sifat kolerasi genetik biasanya digunakan untuk memperkirakan besarnya perubahan-perubahan dalam generasi berikutnya apabila digunakan sebagai kriteria seleksi. Kolerasi dibedakan menjadi kolerasi genetik, kolerasi fenotip dan dan kolerasi lingkungan. Kolerasi genetik terjadi apabila gen yang sama mempengaruhi ekspresi(Pai,1985). BAB III METODA 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum ini dilkasanakan pada hari jum’at, 25 Oktober 2013 pukul 08:30-sd di BDP lantai 3 Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang. 3.2 Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain kalkulator, alat tulis lainya dan data: 1. Data pengukuran Diameter tanaman jati yang telah di sediakan 3.3 Cara Kerja Cara kerja pada praktikum ini dengan cara menghitung data yang telah ada. Dengan mengunakan perhitungan ANOVA. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Tabel 1. Pengukuran diameter jati No A B C D Total 1 15,9 15,9 17,3 8,2 57,3 2 19,9 21,3 21,9 8,3 71,4 3 14,8 8,6 7,8 6,1 37,3 4 15,5 10,2 6,6 4,4 36,7 Total 66,1 56 53,6 27 202,7 Tabel 2. Tabel sidik ragam Sumber keragaman db jk kt Uji nyata E (KT) h2 kriteria Blok 3 208,83 69,61 7,83 Varietas 3 211,9 70,63 7,92 23,54 69 % Tinggi Sisa 9 79,92 8,9 8,9 Total 15 500,65 149,12 15,75 1,97 FKT : 2567,96 JKT : 500,65 JKV : 211,9 JKB : 208,83 JKS : 79,92 KTB : 69,61 KTV : 70,63 KTS : 8,9 KTT : 149,12 4.2 Pembahasan Berdasarkan hasil yang telah didapatkan pada pratikum kali ini bahwa nilai heritabilitasnya didapatkan 69% maka hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan dari suatu tetua untuk mewariskan karakter tertentu kepada anakanya sangat tinggi. Bisa jadi faktor genetik yang sangat memepengaruhinya dan hanya sedikit faktor lingkungnya, semakin tinggi faktor genetik yang berperan terhadap suatu karakter maka semakin besar pula peluang karakter tersebut diwariskan kepada anakanya. Didalam ilmu pemulian nilai heritabilitas ini sangat menetukan laju dari suatu seleksi apabila seleksi tersebut dilaksanakan dan ternyata nilai heritabilitasnya tinggi, maka dapat dikatakan bahwan seleksi tersebut berhasil dilakukan dan mendapatkan varietas yang memang sesuai dengan si pemulia tersebut. Secara sederhana heritabilitas berhubungan dengan proporsi keragaman fenotipik yang dikontrol oleh gen. karena keragaman fenotipik merupakan hasil dari interaksi antara ragam genetik dan lingkungan. Keragaman genotip yang rendah mencirikan bahwa anggota populasi tersebut secara genetis relatif homogen sehingga seleksi yang dilakukan untuk mendapatkan tanaman unggul akan sulit dilakukan. Untuk dapat menentukan besarnya keragaman genotip suatu populasi perlu diketahui komponen – komponen yang menyusun keragaman individu tanaman penyusun populasi. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa nilai heritabilitasyang tinggi meruapakan parameter kita bahwa keragaman genetiklah yang banyak berperan dibandingkan dengan ragam lingkungan, nilai heritabilitas juga dapat mengetahui besar kecilnya kemampuan pewarisan sifat tetua kepada anakanya. 5.2 Saran Untuk praktikum selanjutnya diharapkan lebih efektif dan efisien. DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2013. Laporan praktikum heritabilitas. ITB. Noorhen, 1995. Heritability of crof improvement. Chapman, longwes. Rusfidra, 2012. Perhitungan nilai heritabilitas ST 1. IPB Press Bogor. Lampiran Perhitungan.

Minggu, 27 Oktober 2013

laporan mutasi FADIL

A. LATAR BELAKANG Pada umumnya buah semangka dan tomat memiliki biji di dalamnya sebagai alat generatif pada tumbuhan. Buah-buahan seperti ini saat ini mudah kita dapatkan di pasar tradisional maupun supermarket, tetapi dengan keadaan lain yaitu tanpa biji. Penemuan buah-buahan tanpa biji ini merupakan penerapan dari peristiwa mutasi buatan dengan menggunakan kolkisin. Perlakuan pemberian kolkisin dapat menghalangi pembentukan gelendong pembelahan, sehingga pada proses pembelahan sel terutama pada fase metafase, pasangan kromatid tidak dapat memisahkan diri dan akhirnya dihasilkan individu poliploid dengan ciri-ciri yaitu buahnya besar dan tidak berbiji. Buah semangka tanpa biji merupakan satu contoh munculnya perubahan atau variasi pada makhluk hidup. Munculnya perubahan atau variasi pada makhluk hidup dapat disebabkan oleh faktor lingkungan maupun buatan. Jika perubahan atau variasi yang muncul tersebut tidak diwariskan kepada keturunannya, peristiwa ini dinamakan modifikasi, artinya makhluk hidup yang mengalami perubahan akan menunjukkan sifat yang dapat diamati (fenotipe) yang berbeda, tetapi susunan gen (genotipe) tetap sama. Gen secara umum bersifat mantap, tetapi dalam jangka panjang atau karena adanya pengaruh dari lingkungan, dapat menyebabkan susunan kimia dari gen tersebut berubah. Perubahan yang terjadi dalam gen tersebut dapat diturunkan dan menghasilkan individu yang berbeda dari individu sebelumnya. Apabila mutasi berlangsung secara terus menerus pada makhluk hidup dari generasi ke generasi berikutnya maka bisa terjadi suatu saat nanti akan muncul spesies baru, yang memiliki sifat berbeda dengan moyangnya. Selain terjadi pada tumbuhan (buah semangka), mutasi juga dapat terjadi pada manusia. Mutasi dapat disebabkan oleh faktorfaktor intern dan ekstern. Faktor intern berasal dari dalam tubuh makhluk hidup sendiri atau faktor pembawaan. Faktor ekstern berasal dari luar tubuh, yaitu dari lingkungan. Faktor-faktor ekstern dapat berupa makanan, obatobatan, dan senyawa tertentu yang berbahaya terhadap tubuh. Senyawa-senyawa ini pada kadar tertentu dapat bersifat karsinogenik, yaitu dapat memacu pertumbuhan sel-sel kanker. Mutasi merupakan perubahan organisasi materi genetik yang berupa gen atau kromosom dari suatu individu dan diwariskan kepada generasi berikutnya. Mutasi yang terjadi pada sel-sel gamet (sel kelamin) akan bersifat menurun, tetapi jika mutasi tersebut terjadi pada sel-sel somatik (sel tubuh) maka perubahan itu hanya terjadi pada individu tersebut dan tidak bersifat menurun. B. TUJUAN PENULISAN Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yakni sebagai berikut: 1. Untuk menyanggupi tugas Ipa Biologi yang diberikan oleh guru. 2. Untuk menambah dan menigkatkan ilmu pengetahuan siswa mengenai mutasi. 3. Untuk mempelajari tentang mutasi pada makhluk hidup. Dengan mempelajari materi ini diharapkan Pembaca mampu mengetahui proses terjadinya mutasi dan sebab-sebabnya sehingga mampu mengetahui perwujudannya dalam kehidupan. C. RUMUSAN MASALAH Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu: 1. Bagaimana pengertian dari mutasi? 2. Bagaimana mutasi dapat terjadi pada tingkatan gen dan kromosom? 3. Jelaskan macam-maacam mutasi jika dipandang dari sudut yang berbeda? 4. Faktor-faktor apa sajakah yang mempercepat laju mutasi? 5. Apa sajakah manfaat dan dampak negatif yang diperoleh dari mutasi? D. METODE PENELITIAN Makalah ini disusun seperti makalah pada umunya. Adapun metode penulisan yang digunakan pada makalah ini yaitu metode penulisan studi pustaka yakni dengan membaca beberapa referensi yang terkait. E. SISTEMATIKA PENULISAN Adapun sistematika penulisan pada makalah ini yaitu dimulai dari Bab I yang merupakan pendahuluan yang di dalamnya terkandung latar belakang, tujuan, ruang lingkup, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II yang merupakan pembahasan. Bab III yang merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Mutasi Istilah mutasi pertama kali digunakan oleh Hugo de Vries untuk mengemukakan perubahan fenotipe yang mendadak pada Oenothera lamarckiana. Perubahan itu bersifat menurun, dan terjadi karena penyimpangan gen.Seth wright juga melaporkan peristiwa mutasi pada domba jenis Ancon yang berkaki pendek dan bersifat menurun. Penelitian ilmiah tentang mutasi dilakukan pula oleh Morgan (1910) menggunakn Drosophila melanogaster (lalat buah). Akhirnya murid Morgan yang bernama Herman Yoseph Muller berhasil melakukan mutasi dengan menggunakan sinar X dalam percobaannya dengan lalat buah. Herman Yoseph Muller (1890 – 1945) berpendapat bahwa mutasi yang terjadi pada sel-sel somatik (tubuh) tidak akan membawa perubahan pada keturunannya, sedangkan mutasi yang terjadi pada sel-sel gamet kebanyakan letal (mati) sebelum dilahirkan atau sebelum dewasa. Peristiwa terjadinya mutasi dinamakan mutagenesis, sedangkan individu yang mengalami mutasi disebut mutan. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya mutasi disebut mutagen. Untuk membahas peristiwa mutasi lebih lanjut, perlu Anda ketahui bahwa mutasi ini memiliki beberapa karakteristik umum antara lain pada peristiwa mutasi belum dapat diketahui secara pasti bagian gen yang mengalami mutasi. Mutasi dapat bersifat menguntungkan atau merugikan. Mutan akan dapat hidup jika dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Mutasi dapat muncul secara bebas. Mutasi merupakan perubahan organisasi materi genetik yang berupa gen atau kromosom dari suatu individu dan diwariskan kepada generasi berikutnya. Mutasi yang terjadi pada sel-sel gamet (sel kelamin) akan bersifat menurun, tetapi jika mutasi tersebut terjadi pada sel-sel somatik (sel tubuh) maka perubahan itu hanya terjadi pada individu tersebut dan tidak bersifat menurun. Hasil dari mutasi sukar untuk diamati karena sebab-sebab berikut. 1. Gen yang mengalami mutasi dalam suatu individu, tidak menonjolkan diri. 2. Gen yang mengalami mutasi pada umumnya bersifat letal, sehingga tidak dapat diamati. Biasanya individu akan mati sebelum dilahirkan atau sebelum dewasa. 3. Gen yang mengalami mutasi pada umumnya bersifat resesif, sehingga dalam keadaan heterozigot belum dapat terlihat. B. Tingkatan Mutasi Mutasi adalah perubahan genetic (gen atau kromosom) dari suatu individu yang bersifat menurun. Mutasi dapat terjadi pada tingkat gem maupun kromosom yaitu: 1. Mutasi Gen Gen merupakan materi yang mengandung informasi genetik dan mempunyai tugas khusus sesuai dengan fungsinya. Gen dapat mengalami duplikasi diri untuk menyampaikan informasi genetika dari generasi ke generasi berikutnya. Di samping itu, gen juga mampu mengontrol proses metabolism di dalam tubuh. Mutasi gen merupakan mutasi yang terjadi karena adanya perubahan susunan molekul gen atau perubahan pada struktur DNA. Perubahan tersebut akan mempengaruhi sifat kerja dari gen. Mutasi gen disebut juga mutasi titik atau point mutation. Pada mutasi gen, pengaruh terjadi pada saat terjadinya sintesis DNA (replikasi). Apabila pada saat sintesis DNA tersebut terjadi mutasi maka mutagen akan mempengaruhi pemasangan basa nukleotida sehingga tidak berpasangan dengan basa nukleotida yang seharusnya. Pada mutasi gen tidak terjadi perubahan lokus, bentuk, dan jumlah kromosom. Pada peristiwa ini yang mengalami perubahan adalah m-RNA, sehingga dalam sintesis protein akan menghasilkan perubahan protein, akibatnya menghasilkan fenotipe yang berbeda. Mutasi gen dapat terjadi karena adanya hal-hal berikut. a. Pergantian pasangan basa nitrogen Adanya pergantian pasangan basa nitrogen pada suatu rantai polinukleotida dapat menyebabkan perubahan pada kodon. Peristiwa ini disebut dengan subtitusi. Perubahan kodon ini akan menyebabkan perintah pembuatan asam amino menjadi berubah pula. Peristiwa ini dapat menyebabkan terjadinya mutasi gen. Berdasarkan basa nitrogen yang digantikan, mutasi secara subtitusi ini dibedakan menjadi dua. 1) Tranversi Peristiwa tranversi merupakan pergantian basa nitrogen yang tidak sejenis. Tranversi dapat terjadi bila terdapat pergantian basa purin dengan basa pirimidin atau basa pirimidin dengan basa purin. Misalnya: T-A diganti menjadi A-T G-S diganti menjadi S-G DNA induk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 S T G G T A S T G G A S S A T G A S Apabila terjadi tranversi nukleotida 2, 3 dan 7 menjadi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 S A S G T A G T G G T G S A T S A S 2) Transisi Transisi merupakan peristiwa pergantian basa nitrogen yang sejenis. Transisi terjadi bila terdapat pergantian basa purin dari satu mutasi DNA dengan purin lainnya atau basa pirimidin dengan pirimidin lainnya. Misalnya: A-T diganti menjadi G-S S-G diganti menjadi T-A DNA induk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 S T G G T A S T G G A S S A T G A S Apabila terjadi transisi nukleotida 2 dan 7 menjadi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 S S G G T A T T G G G S S A T A A S b. Penyisipan dan Pengurangan Basa Nitrogen Peristiwa penyisipan dan pengurangan basa nitrogen meliputi dua hal. 1) Insersi, merupakan peristiwa penyisipan satu atau lebih pasangan basa nitrogen pada rantai DNA. Insersi dapat disebabkan oleh fragmen DNA yang pindah. Peristiwa ini disebut dengan transposom. Misalnya: DNA induk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 S T G G T A S T G G A S S A T G A S Apabila terjadi insersi nukleotida antara 8 - 9 menjadi 1 2 3 4 5 6 7 8 8 9 S T G G T A S T A G G A S S A T G A T S 2) Delesi, dapat terjadi karena pengurangan satu atau lebih pasangan basa nitrogen pada rantai DNA. Peristiwa ini dapat disebabkan karena radiasi sinar radioaktif dan infeksi suatu virus. Misalnya: DNA induk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 S T G G T A S T G G A S S A T G A S Apabila terjadi transisi nukleotida 2 dan 7 menjadi seperti berikut. 1 2 3 4 5 6 7 8 S T G G T A S T G A S S A T G A Mutasi bisu (silent mutation) dapat terjadi jika perubahan basa nitrogen pada rantai DNA tidak mempengaruhi hasil produksi protein atau gejala fenotip yang lain. Mutasi gen dapat terjadi pada peristiwa pembentukan anemia sel sabit (sickle cell anemia) atau pada peristiwa HNO2 yang bereaksi dengan adenin. 2. Mutasi Kromosom Kromosom merupakan suatu badan yang di dalamnya mengandung banyak gen. Kromosom dapat mengalami mutasi karena adanya perubahan struktur atau susunan dan jumlah kromosom. Mutasi kromosom ini disebut juga dengan mutasi besar (gross mutation). Hal ini disebabkan karena susunan kromosom yang mengandung banyak gen, sehingga jika terjadi mutasi pada kromosom akan menimbulkan perubahan fenotipe yang lebih besar, bahkan dapat muncul individu baru hasil mutan yang betulbetul menyimpang dari aslinya. Penyebab terjadinya mutasi kromosom antara lain adanya gangguan fisik dan kimia sehingga terjadi kesalahan di dalam pembelahan sel yang mengakibatkan struktur kromosom rusak dan jumlah kromosom berubah. Pada prinsipnya mutasi pada kromosom terdiri atas dua macam. a. Mutasi karena Perubahan jumlah kromosom Mutasi yang terjadi karena perubahan jumlah kromosom disebut ploidi, yang macamnya sebagai berikut. 1. Eploidi Euploidi merupakan mutasi yang melibatkan pengurangan atau penambahan dalam perangkat kromosom (genom). Jumlah kromosom di dalam genom pada masing-masing jenis organisme berbeda-beda, misalnya pada tumbuhan kentang adalah 12, apel adalah 17, dan gandum adalah 7. Proses euploid terjadi karena faktor-faktor yang dapat mempengaruhi antara lain pemberian zat kimia, misalnya kolkisin, penggunaan suhu tinggi dan dekapitasi. Penggunaan kolkisin dapat mempengaruhi pembelahan sel, khususnya menghalangi pembentukan gelendong pembelahan dan menghambat terjadinya anafase. Karena hal tersebut maka kromatid tidak terpisah ke kutub yang bersebelahan. Dekapitasi merupakan pemotongan tunas tanaman sehingga tunas baru yang muncul adalah tetraploid (4n). 2. Aneuploid Aneuploid merupakan mutasi kromosom yang tidak melibatkan perubahan pada seluruh genom, tetapi terjadi hanya pada salah satu kromosom dari genom. Pada pembelahan sel, kadang-kadang terjadi gagal berpisah (nondisjunction). Gagal berpisah dapat terjadi pada meiosis yaitu pada saat anafase. Gagal berpisah pada meiosis I ditandai dengan peristiwa yaitu bagian-bagian dari sepasang kromosom yang homolog tidak bergerak memisahkan diri sebagaimana mestinya. Gagal berpisah juga dapat terjadi pada pasangan kromatid selama anafase meiosis II. Sel gagal berpisah Bila diperhatikan, terlihat salah satu gamet menerima dua jenis kromosom yang sama dari salah satu gamet yang lain. Apabila pada saat pembuahan, gamet-gamet yang tidak normal bersatu dengan gamet yang normal lainnya maka akan menghasilkan keturunan aneuploid yang memiliki jumlah kromosom yang tidak normal. Susunan kromosom tubuh normalnya adalah 2n, namun karena mutasi maka susunan kromosom menjadi berubah. Pada peristiwa aneuploidi terjadi pengurangan dan penambahan kromosom. Ada yang kekurangan satu kromosom, atau dua kromosom. Ada juga yang kelebihan satu kromosom atau dua kromosom. Bentuk-bentuk peristiwa aneuploid berakhiran dengan somi, sehingga aneuploid disebut juga dengan aneusomi. Peristiwa aneuploid dapat terjadi karena hal-hal berikut ini. · Pada saat anafase meiosis I, salah satu kromatid tidak melekat pada gelendong sehingga jumlah kromosom ada yang berkurang dan ada yang mengalami kelebihan. · Pada saat terjadinya peristiwa gagal berpisah yaitu tidak terpisahnya kromosom homolog pada waktu profase meiosis I. Peristiwa aneuploid dapat terjadi pada manusia, sehingga mengakibatkan sindrom, di antaranya sebagai berikut. 1. Sindrom turner Sindrom turner ditemukan oleh H.H. Turner pada tahun 1938. Sindrom ini terjadi pada individu yang kehilangan kromosom Y sehingga hanya mempunyai kromosom X. Individu pada penderita sindrom turner berjenis kelamin perempuan. Sindrom turner memiliki susunan kromosom 22AA + XO atau 45,XO. Penderita sindrom turner memiliki karakteristik antara lain: (1) gonad abnormal dan steril; (2) tubuh pendek; (3) payudara tidak berkembang dengan baik; (4) memiliki leher yang bersayap; (5) Terjadi keterbelakangan mental; (6) Terdapat kelainan kardiovaskuler. 2. Sindrom Klinefelter Sindrom ini ditemukan oleh Klinefelter pada tahun 1942. Sindrom klinefelter merupakan suatu keadaan pada individu yang mempunyai kelebihan satu kromosom, sehingga susunan kromosomnya adalah 22AA + AAY atau 47,XXY. Sindrom klinefelter terjadi pada seorang laki-laki. Penderita ini memiliki 47 kromosom, termasuk satu kromosom Y dan dua kromosom X. Penderita sindrom klinefelter memiliki ciri-ciri antara lain: (1) memiliki ukuran tubuh yang tinggi; (2) memiliki tangan dan kaki yang lebih panjang; (3) gonad tidak berkembang sehingga bersifat steril; (4) payudara berkembang; (5) terjadi keterbelakangan mental. 3. Sindrom edwards Sindrom edwards ditemukan oleh I.H. Edwards. Penderita sindrom ini mengalami peristiwa trisomi pada kromosom ke-16, 17, dan 18. Sindrom edwards memiliki ciri-ciri antara lain: (1) berumur pendek, usia rata-rata hanya 6 bulan; (2) tengkorak berbentuk agak lonjong; (3) memiliki bentuk mulut yang lebih kecil; (4) bentuk dada pendek dan lebar; (5) memiliki letak telinga yang lebih rendah. 4. Sindrom down Sindrom down ini mula-mula diteliti oleh Langdon Down pada tahun 1866. Kondisi ini diberi istilah idiot mongoloid. Keadaan yang terjadi penderita pada sindrom down disebabkan karena adanya suatu ekstra kopi salah satu kromosom yang terkecil pada trisomi 21. Penderita sindrom down akan memiliki karakteristik seperti berikut: (1) Pada bayi yang baru lahir terdapat garis-garis pada kedua telapak tangannya yang disebut dengan sidik dermatoglifik. (2) Memiliki badan yang pendek. (3) Memiliki bentuk wajah agak bulat. (4) Memiliki bentuk mata yang sipit. (5) Keadaan mulut sering terbuka. (6) Memiliki kelainan pada jantung. (7) Biasanya memiliki IQ rendah yaitu di bawah 75. (8) Aktivitas geraknya lamban. (9) Memiliki hidup yang lebih pendek daripada individu yang normal, yaitu sekitar 16 tahun. Ciri-ciri penderita sindrom down dapat Anda lihat pada Gambar Keterangan: A. Ciri-ciri wajah yang khas B. Lipatan simia pada telapak tangan C. Kelemahan otoT Peningkatan umur ibu yang mengandung janin diduga mengakibatkan tendensi bagi terjadinya penyimpangan ini. Korelasi antara kejadian sindrom down dan umur bapak adalah kecil. Korelasi antara penderita sindrom down dengan umur ibu dapat terlihat pada Gambar 6. Sindrom patau Sindrom patau merupakan suatu keadaan pada individu yang mengalami trisomi pada kromosom ke-13, 14, dan 15. Penderita sindrom patau memiliki karakteristik sebagai berikut. (1) Berumur pendek, umumnya meninggal pada usia 3 bulan. (2) Memiliki polidaktili. (3) Ukuran struktur otak lebih kecil. (4) Mengalami keterbelakangan mental. (5) Bagian bibir memiliki celah. (6) Mengalami kelemahan pada jantung dan kelainan pada usus. b. Mutasi karena Perubahan Struktur Kromosom Perubahan struktur kromosom mengakibatkan kerusakan bentuk kromosom yang disebut aberasi. Beberapa peristiwa perubahan struktur kromosom, antara lain seperti berikut. 1. Inversi Inversi merupakan mutasi yang terjadi karena perubahan letak gen akibat terpilinnya kromosom pada saat meiosis sehingga terbentuk kiasma. Tipe kelainan kromosom ini sulit diidentifikasi secara visual. Pada peristiwa inversi, urutan gen menjadi terbalik yang disebabkan karena kromosom pecah menjadi dua bagian, bagian tengahnya menyisip kembali dalam urutan terbalik. Proses inverse Dari Gambar di atas terlihat hasilnya adalah kromosom yang urutannya terbalik. Kromosom-kromosom homolog kadang-kadang akan menunjukkan pembentukan gelang pada waktu sinapsis bila salah satu kromosom mengandung urutan yang terbalik, seperti yang terlihat pada Gambar di bawah ini Homolog-homolog yang menunjukkan pembentukan gelang pada waktu sinapsis Berdasarkan letak sentromernya, inversi dapat dibedakan seperti berikut. a. Inverse Perisentrik Inversi ini terjadi karena dua bagian yang patah terletak pada lengan kromosom yang berlainan sehingga sentromer terdapat di antara dua bagian yang patah. b. Inverse Parasentrik Inversi ini terjadi karena dua bagian yang patah terletak pada satu lengan kromosom. 2. Translokasi Translokasi adalah peristiwa perpindahan potongan kromosom menuju kromosom lain yang bukan homolognya. Translokasi dapat menyebabkan kromosom yang terjadi lebih panjang atau lebih pendek dari sebelumnya. proses translokasi Proses tersebut menunjukkan peristiwa translokasi yang melibatkan kromosom 15 dan 21. Suatu bagian dari kromosom 21 bertaut pada Kromosom pembawa translokasi dan gamet-gamet yang diperolehnya. kromosom 15. Pada waktu meiosis, salah satu gamet dapat menerima sepotong kromosom ekstra (tambahan). Jika gamet ini terlibat dalam fertilisasi, maka zigot akan memiliki sepotong kromosom ekstra seperti pada trisomi. Gamet yang dihasilkan dari meiosis dalam sel pada Gambar. ada kemungkinan dapat hidup meskipun mengandung kromosom translokasi. Seseorang yang tumbuh dari gamet tersebut disebut pembawa (carrier) translokasi Ada beberapa macam peristiwa translokasi antara lain: a) Translokasi Homozigot Translokasi homozigot adalah pertukaran segmen kedua kromosom homolog dengan segmen kedua kromosom yang bukan homolognya. b) Translokasi Heterozigot Pada translokasi ini terjadi pertukaran satu segmen kromosom ke satu segmen kromosom yang bukan homolognya. c) Translokasi Resiprok Translokasi resiprok terjadi apabila terdapat dua patahan pada dua ujung yang bukan homolognya masing-masing di satu tempat. Patahan kromosom akan menyambung kembali tapi bertukar tempatnya. d) Translokasi Robertson Translokasi Robertson terjadi apabila kromosom-kromosom akrosentris yaitu kromosom-kromosom dengan sentromer pada satu ujung sehingga kromosom yang sesungguhnya hanya mempunyai satu tangan, menyatu pada sentromer membentuk kromosom-kromosom metasentris. 3. Duplikasi Duplikasi merupakan peristiwa penambahan dan penggandaan patahan kromosom dari kromosom lain yang sehomolog. proses duplikasi Peristiwa duplikasi ini dapat dijumpai pada kehidupan di antaranya dapat ditemukan pada fragile X sindrom yang menyebabkan kemunduran pada mental. Selain itu dapat ditemukan pula pada mutasimutasi bar dalam Drosophilla melanogaster yang mengakibatkan kelainan struktur mata yang disebabkan oleh duplikasi suatu daerah dalam kromosom X yang diperlihatkan oleh pola barik dari kromosom politen, 4. Delesi Delesi merupakan peristiwa pengurangan suatu kromosom akibat sebagian kromosom pindah pada kromosom lain, karena adanya patahan. Salah satu sindrom pada manusia yang disebabkan oleh delesi yaitu sindrom cri-du-chat. 5. Katenasi Katenasi merupakan peristiwa saling menempelnya ujung-ujung kromosom yang saling berdekatan sehingga membentuk lingkaran. Hal ini dimulai dari patahnya kromosom di dua tempat, kemudian bagian yang patah tersebut lepas dan saling mendekat. Peristiwa katenasi ini biasanya didahului dengan translokasi. c. Macam-macam mutasi 1. Berdasarkan tempat terjadinya a. Mutasi somatic Mutasi ini terjadi pada sel-sel tubuh dan dampaknya hanya dirasakan pada individu tersebut dan tidak diturunkan. Faktor-faktor yang menyebabkan mutasi somatik, antara lain sinar radioaktif, sinar ultraviolet, dan obat-obatan atau zat-zat yang bersifat mutagenik. b. Mutasi germinal Mutasi ini terjadi pada sel-sel gamet dan memiliki sifat dapat diwariskan. Mutasi germinal dapat dialami oleh gen-gen yang terdapat pada kromosom autosomal yang disebut dengan mutasi autosomal. Hasil mutasi autosomal dapat berupa mutasi dominan atau mutasi resesif. Mutasi germinal juga dapat terjadi pada kromosom kelamin yang disebut dengan mutasi tertaut kelamin. 2. Berdasarkan sifat genetiknya a. Mutasi dominan, Mutasi ini memperlihatkan pengaruhnya pada kondisi heterozigot b. Mutasi resesif, Mutasi ini terjadi pada organisme diploid (misalnya manusia) dan tidak diketahui dalam keadaan heterozigot, kecuali resesif pautan seks. 3. Berdasarkan sumbernya a. Mutasi Alam Mutasi alam adalah mutasi yang terjadi dengan sendirinya atau penyebabnya tidak diketahui secara pasti sehingga mutasi ini terjadi secara spontan. Mutasi alam ini diduga disebabkan oleh sinar kosmis (proton, positron, photon), sinar radioaktif (uranium), sinar ultraviolet, dan radiasi ionisasi internal, yaitu bahan radioaktif dalam suatu jaringan tubuh yang berpindah masuk ke jaringan lainnya. Mutasi alami ini dampaknya dapat terjadi pada kehidupan baik manusia, hewan, maupun tumbuhan, antara lain seperti berikut. 1) Anemia sel sabit (anemia sickle sel) Pada penyakit ini terlihat bahwa homozigot-homozigot resesif mengandung sel-sel darah abnormal yang pada kondisi tertentu misalnya tekanan oksigen rendah maka sel darah ini akan kehilangan bentuknya yang normal dan berubah menjadi bentuk sabit. 2) Kaki pendek pada domba Ancon Penemuan domba ini dilaporkan oleh Seth Wright. Peristiwa ini bersifat menurun. 3) Albinisme Albinisme merupakan suatu kondisi pada tubuh seseorang yang kekurangan pigmen kulit, sehingga kulit menjadi lebih terang. 4) Hidrosefalus Kelainan ini merupakan pembesaran kepala karena menumpuknya cairan di bagian kepala. 5) Diabetes melitus (kencing manis) 6) Warna pada mata Drosophilla melanogaster 7) Warna pada biji jagung dan kacang ercis Apabila diamati, sifat-sifat yang diwariskan oleh mutan alam ini umumnya bersifat resesif dan merugikan bagi mutan sendiri atau keturunannya. Biasanya mutan tidak dapat bertahan hidup, tetapi jika ada yang hidup, hal itu disebabkan mutan dapat beradaptasi dengan lingkungannya kemudian menjadi varietas baru. b. Mutasi Buatan Mutasi buatan adalah mutasi yang terjadi akibat campur tangan manusia. Mutasi buatan ini memang sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu kepentingan tertentu dan diambil manfaatnya. Mutasi buatan ini merupakan awal dari lahirnya rekayasa genetika dalam bidang bioteknologi. Mutasi buatan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pemakaian bahan radioaktif untuk memperoleh bibit unggul, penggunaan radiasi peng-ion, pemakaian bahan kolkisin, dan penggunaan sinar X. Peristiwa mutasi buatan ini dapat ditemui pada kehidupan sehari-hari, misalnya: 1) penemuan padi Atomita I dan Atomita II; 2) tanaman gandum dapat berbunga dan berbuah lebih cepat; 3) teknik jantan Mendel dalam metode pemberantasan hama; 4) warna warni pada bunga rose antara lain kuning, ungu, oranye, dan lain-lain; 5) dihasilkannya buah semangka dan tomat tanpa biji. D. Factor Penyebab Mutasi Mutagen adalah factor-faktor yang menyebabkan laju mutasi. Mutagen dapat dibedakan berdasarkan faktor penyebabnya. 1. Bakteri 2. Virus, Virus dapat menyebabkan mutasi dan merugikan pada manusia, di antaranya virus rubella yang dapat menyebabkan kerusakan pada jantung, mata (katarak), dan telinga (tuli). Selain itu, virus hepatitis juga dapat menyebabkan aberasi pada darah dan sumsum tulang sehingga dapat menyebabkan terjadinya peristiwa mutasi. 3. Mutagen Kimia Mutagen kimia disebabkan oleh bahan kimia, antara lain kolkisin,antibiotik, alkohol, asam nitrit, aminopurin, alkilase, dan lain-lain. Akibat dari mutagen kimia dapat dijumpai dalam kehidupan seharihari, antara lain: a. menyebabkan gangguan mental; b. terjadinya mikrosefalur (kepala kecil); c. terganggunya proses replikasi DNA; d. terjadinya kerusakan kromosom; e. timbulnya adiksi fisiologis (ketagihan). Konsumsi minuman teh, kopi, maupun coklat juga dapat menyebabkan adiksi fisiologis. Penggunaan MSG pada makanan juga menjadikan kerusakan pada kromosom manusia. 4. Mutagen Fisika Mutagen fisika terdiri atas bahan-bahan berikut. a. Radiasi Peng-ion Gambaran skematis dari dampak radiasi ionis terlihat hilangnya suatu elektron yang menyebabkan atom menjadi bermuatan listrik. Atom demikian dikenal sebagai ion. Atom-atom yang mengambil electron juga akan menjadi ion-ion. Radiasi pengion terdiri atas unsur-unsur berikut. 1) Zat radioaktif Zat radioaktif ini secara alami dapat berasal dari kerak bumi. Zat-zat tersebut adalah uranium, thorium, dan radium. 2) Sinar X Sinar X biasa digunakan di rumah sakit. Radiasi sinar X yang berasal dari peralatan diagnostik medis bertujuan untuk pengobatan, tetapi pada dosis yang berlebih sinar X dapat mengakibatkan kerugian. Kerugian yang terjadi misalnya kanker dan dampak yang dapat diwariskan. 3) Sinar kosmis Sinar kosmis berasal dari matahari dan dalam jangka waktu tertentu dapat bersifat merugikan. 4) Proton dan netron b b. Radiasi Bukan Peng-ion Radiasi bukan peng-ion berasal dari hal-hal berikut. 1) Sinar ultraviolet Sinar ultraviolet berasal dari matahari. Sinar ultraviolet dapat menyebab kan terjadinya kanker kulit. 2) Suhu tinggi Mutasi akan terjadi semakin cepat bila suhu tinggi. Peningkatan suhu sebesar 10o C akan menambah kecepatan mutasi menjadi 2 – 3 kali lipat. E. Manfaat dan Kerugian dari Mutasi Dari semua uraian di depan dapat diketahui bahwa peristiwa mutasi yang terjadi dalam kehidupan dapat diambil manfaatnya oleh manusia antara lain seperti berikut. 1. Dihasilkan buah-buahan tanpa biji, seperti semangka. Jika kita akan membudidayakan semangka maka perlu diperhatikan produksinya. Buah semangka akan memiliki nilai jual yang lebih baik jika berukuran besar dan tanpa biji. Untuk itu perlu dilakukan pemberian kolkisin. Kolkisin dapat dibeli di toko obat-obatan tanaman. Cara pemakaian kolkisin dapat dibaca pada label petunjuk pemakaian pada tanaman. Dengan penerapan mutasi ini dapat memberikan peluang usaha yang baik dalam meningkatkan hasil tanaman yang kita tanam, sehingga dapat meningkatkan pendapatan. 2. Dengan peristiwa mutasi dapat didapatkan tanaman hias yan memiliki nilai ekonomi tinggi, misalnya yang populer di masyarakat saat ini adalah tanaman hias Aglonema. Harga tanaman ini mencapai puluhan juta rupiah. Hal ini bisa dijadikan sebagai peluang bisnis yang menjanjikan. Varietas baru ini dapat dihasilkan dengan pemberian kolkisin pada tanaman. 3. Mutasi dapat meningkatkan hasil produksi pertanian, di antaranya gandum, tomat, kelapa poliploidi, kol poliploidi, dan sebagainya. 4. Hasil antibiotik, seperti mutan Penicillium akan lebih meningkat lagi. 5. Mutasi merupakan proses yang sangat berguna untuk evolusi dan variasi genetic. Selain memiliki nilai manfaat, ternyata mutasi juga memiliki nilai negative dan menyebabkan kerugian pada manusia. Beberapa kerugian yang disebabkan karena proses mutasi adalah sebagai berikut. 1. Terjadinya mutasi gen menyebabkan beberapa kelainan pada manusia antara lain sindrom turner, sindrom down, albino, anemia sel sabit, dan sebagainya. 2. Penemuan buah tanpa biji dapat mengakibatkan tanaman mengalami kesulitan untuk mendapatkan generasi penerusnya. 3. Pemberian insektisida yang tidak sesuai dosisnya dapat mengakibatkan mutasi pada hama sehingga akan menjadi resisten terhadap jenis insektisida yang sama. Hama yang resisten akan mengalami peledakan jumlah sehingga akan merusak tanaman budidaya. 4. Penggunaan sinar radioaktif pada proses mutasi dapat mengakibatkan tumbuhnya sel kanker dan cacat bawaan pada janin dalam rah BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Adapun kesimpulan dari pembahasan di atas yaitu sebagai berikut: 1. Peristiwa mutasi adalah terjadinya perubahan materi genetic yang akan diwariskan kepada keturunannya. 2. Individu yang mengalami mutasi disebut mutan, sedangkan faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya mutasi disebut mutagen. 3. Mutasi gen dapat terjadi karena pergantian pasangan basa nitrogen dan penyisipan basa nitrogen. Sedangkan Mutasi kromosom dapat terjadi karena perubahan jumlah kromosom yang meliputi euploidi dan aneuploidi, dapat disebabkan pula karena perubahan struktur kromosom yang meliputi inversi, translokasi, duplikasi, delesi, isokromosom, dan katenasi.